SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN PSIKOTIK
BAB
I
PENDAHULUAN
Skizofrenia
bukanlah penyakit jiwa yang tidak dapat disembuhkan. Peningkatan angka relapse
pada pasien Skizofrenia pasca perawatan dapatmencapai 25% - 50% yang
pada akhirnya dapat menyebabkan keberfungsiansosialnya menjadi terganggu.
Skizofrenia
bisa terjadi pada siapa saja. Seringkali pasien Skizofreniadigambarkan sebagai
individu yang bodoh, aneh, dan berbahaya (Irmansyah,2006). Sebagai konsekuensi
kepercayaan tersebut, banyak pasien Skizofrenia tidak dibawa berobat ke dokter
(psikiater) melainkan disembunyikan, kalaupun akan dibawa berobat, mereka tidak
dibawa ke dokter melainkan dibawa ke “orang pintar” (Hawari, 2007).
Sebagai
mahasiswa psikologi kita ditutut untuk mampu bersikap humanis, karena ranah
kebermanfaatan seorang psikolog adalah hubungannya dengan manusia, bagaimana
membantu untuk meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kualitas dan
produktifitas seseorang, mengelola dan membantu menyelsaikan permasalahan
kejiwaan seseorang. Maka dari itu, sangat penting bagi kita sebagai calon
psikolog untuk memahami lebih banyak tentang apa itu skizofrenia dan gangguan
psikotik lainnya agar mampu mengambil sikap yang lebih bijak dalam memahami
setiap symtomp yang dialami oleh seorang individu. Mengambil sikap lebih bijak
maksudnya adalah bagaimana menghadapi klien dengan baik,serta melakukan
pencegahan dan pengobatan.
BAB
II
ISI
A. SKIZOFRENIA
1.
Pengertian
Skizofrenia
Skizofrenia
adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang
tidak dapat diterima secara sosial.
(Durand dan Barlow, 2007)
Skizofrenia
adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu
salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim
dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri
dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan
yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) (Arif,
2006).
Skizofrenia
adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang
ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial,
fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan
menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi
longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negatif seperti penarikan
diri, apati, dan perawatan diri yang buruk.
2.
Penyebab
Skizofrenia
Sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti penyebab skizofrenia. Ada yang
berpendapat karena keturunan, atau kerusakan kelenjar-kelenjar tertentu dari
tubuh, mulai menyerang setelah orang menghadapi satu peristiwa yang menekan,
yang akibatnya muncul penyakit yang mungkin tersembunyi di dalam diri seseorang
(Ardani dkk, 2007).
a.
Faktor genetis
Skizofrenia disebabkan oleh banyak faktor. Skizofrenia
jelas-jelas memiliki dasar biologis. namun nampaknya faktor psikososial juga
berperan penting.
Hal pertama yang tidak boleh dilupakan adalah
genetika. Walaupun ada kesulitan untuk menentukan gen mana yang mengakibatkan
timbulnya skizofrenia, penelitian menunjukkan bahwa faktor pewarisan gen
memiliki peranan dalam timbulnya skizofrenia pada seorang individu.
Dari berbagai penelitian terhadap anak kembar. mulai
yang dilakukan oleh Luxenburger (1928) hingga Gottesman dan Shields (1972)
dapat diketahui potensi anak kembar satu telur (monozygotic twin) untuk
menderita skizofrenia adalah 35-69%. Pada kembar dari telur yang berbeda
(dizygotic twin) kemungkinannya adalah 0-27% (Atkinson, Atkinson dan Hilgard.
Pengantar Psikologi. 1996).
Apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia,
maka kemungkinan anaknya menderita skizofrenia adalah 10%. Sedangkan bila kedua
orang tua menderita skizofrenia kemungkinannya naik menjadi 40%. bahkan bila
tak ada kerabat yang menderita skizofrenia, seseorang secara genetis masih
mungkin menderita skizofrenia, karena potensi dalam populasi untuk menderita
skizofrenia adalah 1%. Sehingga saat ini di kala Indonesia berpenduduk 230 juta
jiwa, maka ada 2,3 juta orang yang menderita skizofrenia di negeri ini.
b.
Faktor Neurokimiawi
Teori biokimiawi yang paling terkenal adalah hipotesis
dopamin. Dopamin adalah salah satu neurotransmiter (zat yang menyampaikan pesan
dari satu sel saraf ke sel saraf yang lain) yang berperan dalam mengatur respon
emosi. Pada penderita skizofrenia, dopamin ini dilepaskan secara berlebihan di
dalam otak. Sehingga timbullah gejala-gejala seperti waham an halusinasi.
Adapun penggunaan antipsikotik (obat medis untuk
skizofrenia) generasi pertama (yang terkenal dengan sebutan obat tipikal)
seperti Haloperidol dapat menimbulkan suatu dilema karena obat ini menekan
pengeluaran dopamin di mesolimbik dan mesokortikal. Penurunan aktivitas dopamin
di jalur mesolimbik memang dapat mengatasi gejal positif seperti waham dan
halusinasi, namun akan meningkatkan gejala-gejala negatif seperti penarikan
diri dari peraulan sosial dan penurunan daya pikir. hal tersebut dapat diatasi
dengan penggunaan antipsikotik generasi kedua (yang terkenal dengan sebutan
obat atipikal) seperti Risperidone dan Quetiapine karena antipsikotik atipikal
menyebabkan dopamin di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin yang berada di
jalur mesokorteks meningkat. (Benhard Rudyanto Sinaga. Skizofrenia dan
Diagnosis Banding. 2007).
3.
Ciri-Ciri
Skizofrenia
Gejala-gejala
skizofrenia adalah dingin perasaan, banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh
dari kenyataan, mempunyai prasangka-prasangka yang tidak benar, salah
tanggapan, halusinasi pedengaran, penciuman atau penglihatan, banyak putus asa
dan keinginan menjauhkan diri dari masyarakat (Ardani dkk, 2007).
Sedangkan
menurut Bleuer, ciri atau simtom skizofrenia ada empat, yaitu:
a.
Asosiasi. Asosiasi atau
hubungan antara pikiran-pikiran yang terganggu.
b. Afek. Afek atau respon
emosional, menjadi datar dan tidak sesuai. Yakni, tidak bisa mengekspresikan
kapan dia sedih dan kapan dia senang.
c. Ambivalensi. Perasaan
ambivalen atau konflik terhadap orang lain,
seperti mencintai dan membenci mereka pada saat yang
sama.
d. Autisme. Autisme adalah
istilah yang menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak
terikat oleh prinsip-prinsip logika.
4.
Macam-Macam
atau Jenis-Jenis Skizofrenia
Dalam PPDJ, skizofrenia
dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a.
F20.0 skizofrenia
paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
Jenis skizofrenia inia gak berbeda dari jenis-jenis
yang lain dalam jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun,
penderita mudah tersinggung, cemas, suka menyen diri, agak congkak dan kurang percaya pada
orang lain. Hal
ini dilakukan penderitakarena adanya waham kebesaran dan atau waham kejar ataupun tema lainnya disertai juga dengan halusinasi
yang berkaitan.
Ciri utama : waham yang
mencolok atau halusinasi auditory dalam
konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relative
masih terjaga. Wahamnya bisanya adalah waham kejar,
waham kebesaran atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misal
:waham kecemburuan) mungkin juga muncul.
Ciri-ciri lainnya meliputi : anxiety,
kemarahan, menjaga jarak dan suka beragumentasi. Individu mungkin
mempunyai tingkah laku superior dan mungkin mempunyai interaksi interpersonal
yang formal, kaku atau terlalu intens.
b.
F20.1 skizofrenia
hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
Yaitu
jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses
berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.
c.
F20.2 skizofrenia
katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum)
Ciri utama pada skizofrenia tipe
katatonik adalah : gangguan pada psikomotor yang meliputi :
ketidakbergerakan motorik ( motoric immobility), aktivitas motor yang
berlebihan, negativism yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau berbicara
dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, echolalia (mengulang
ucapan orang lain) atau echopraxia (mengikuti tingkah laku orang
lain).
d.
F20.3 skizofrenia tak
terinci
e.
F20.4 depresi pasca
skizofrenia
f.
F20.5 skizofrenia
residual
Yaitu
jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses berpikir, gangguan
afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan psikomotor. Namun, tidak ada
gejala waham dan halusinasi. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
skizofrenia.
Diagnosa skizofrenia ini diberikan bila
paling tidak satu kali episode skizofrenia dan memiliki gambaran klinis tanpa
simtom positif yang menonjol. Terdapat bukti bahwa gangguan ditandai oleh
adanya simtom negatif atau simtom positif yang lebih halus.
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia Residual:
- Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi,
pembicaraan kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik.
- Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, ditandai oleh
adanya simtom – simtom negatif dalam bentuk yang lebih ringan.
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk
digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.
g.
F20.6 skizofrenia
simpleks (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
Yaitu
skizofrenia yang sering timbul pertama kali pada masa pubertas (pada beberapa
kasus). Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya ditemukan, waham dan halusinasinya jarang
sekali ada.
5.
Perspektif
Aliran-aliran
Berbagai
cara dilakukan untuk memahami dan mengatasi skizofrenia. Dalam perspektif
psikologis, khususnya perspektif psikodinamik dan perkembangan, diyakini bahwa
skizofrenia bukanlah gangguan yang terjadi secara langsung dan tiba-tiba
melainkan merupakan hasil suatu proses panjang. Proses berakar pada gangguan
relasi yang paling awal, yaitu antara bayi dan caregiver-nya (McGlashan; Arif, 2006). Sementara itu teori
keluarga menjelaskan bahwa
beberapa pasien skizofrenia sebagaimana orang mengalami penyakit non-psikiatrik
berasal dari keluarga dengan disfungsi. Selain itu, hal yang juga relevan
adalah perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan
stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia (makalah
pembahal
Gangguan
dini dalam relasi ini kemudian mengakibatkan kerentanan dan berujung pada
kerusakan yang berat bagi individu yang bersangkutan. Interaksi bayi dengan
pengasuh atau bahkan ibunya (yang menjadi primary
object) harus menghasilkan ruang psikologis yang memadai untuk pertumbuhan
kepribadiannya. Demikian juga dengan anggota keluarga lainnya yang mungkin akan
menjadi external object relations
pertama bagi si bayi (bila bayi tumbuh di lingkungan keluarganya). Respon
positif terhadap keberadaan bayi tersebut akan meneguhkan dan membentuk
kepribadian yang sehat pada bayi tersebut. Kepribadian yang sehat ini kelak
ditandai dengan coping yang baik
terhadap masalah yang dihadapi.
Dari
perspektif behavioral dijelaskan bahwa patologi terjadi karena proses belajar
yang salah. Hal ini berkaitan dengan perspektif kognitif yang menjelaskan bahwa
patologi terjadi karena keyakinan dan proses kognitif yang salah, yang bisa
jadi karena proses belajar yang salah juga. Prinsip reward dan punishment
pada proses belajar juga akan terkait dengan pengaktualisasian potensi yang
dibatasi jika individu terlalu banyak mendapat punishment saat belajar, sehingga patologi muncul. Jika skizofrenia
ditilik dari perspektif humanistik, maka pasti ada pembatasan aktualisasi diri
yang berlebihan pada diri penderita gangguan psikotik ini (Alwisol, 2007).
Sementara
jika ditilik dari perspektif spiritual Islami, penderita gangguan psikotik
adalah hasil dari ketidakseimbangan kesehatan mental, kesehatan sosial,
kesehatan spiritual, kesehatan finansial, dan kesehatan fisik. Menurut
perspektif spiritual Islami, manusia akan sehat secara holistik jika mampu
menyeimbangkan seluruh aspek kesehatan yang dimiliknya (Adz Zakiey, 2007).
Dari
penjabaran di atas, jelas bahwa diperlukan multiperspektif untuk menjelaskan
skizofrenia secara tepat.
6.
Prevalensi
Prevalensi
(kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat pada daftar di bawah
ini:
a.
Populasi umum 1%
b.
Saudara Kandung 8%-10%
c.
Anak dengan salah satu
orang tua skizofrenia 12%-15%
d.
Kembar 2 telur
(dizigot) 12%-15%
e.
Anak dengan kedua orang
tua skizofrenia 35%-40%
f.
Kembar monozigot 47%-50%
7.
Terapi
a.
Terapi Biologis atau
Medis
Sejak
tahun 1990-an telah ditemukan obat bagi penderita skizofrenia. Obat yang
disebut Neuroleptics ini mampu
mengurangi gejala kegilaan yang muncul pada penderita skizofrenia. Menurut
Hawari, obat skizofrenia versi lama hanya menyembuhkan gejala positif skizofrenia,
seperti gampang mengamuk dan gemar berteriak-teriak. Sayangnya, obat tersebut
tidak menyembuhkan gejala negatif. Penderita skizofrenia yang mengonsumsi obat
versi lama masih sering tampak bengong
dan gemar melamun. Sementara obat skizofrenia versi baru, menurut Hawari (Arif,
2006), berhasil menyembuhkan gejala-negatif sekaligus positif.
Obat
bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics
(berarti mengendalikan syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu orang
untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi delusi atau halusinasi. Obat ini
bekerja dengan cara mempengaruhi gejala positif (delusi, halusinasi, agitasi).
Dalam kadar yang lebih rendah, obat ini dapat mempengaruhi gejala-gejala
negatif dan disorganisasi. Fungsi neuroleptics
adalah antagonis dopamin. Seperti diketahui bahwa jumlah dopamine yang
berlebihan menjadi pemicu munculnya skizofrenia.
Penelitian
dalam Journal of Psychiatry
menyebutkan bahwa penggunaan milnacipran mampu menghambat afek negative
skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan asocial. Kasus ini terjadi pada
penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di rumah sakit jiwa (Hoaki
et al, 2009)
b.
Terapi Keluarga
Selainterapiobat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting dalam pengobatan. Padaumumnya,
tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan kolaborasi antara pasien,
keluarga, dan dok ter atau psikolog. Melalui psikoterapi ini,
maka pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan teman merupakan pihak
yang juga sangat berperan membantu pasien dalam bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut,
pasien harus mendapat terapi khusus dari rumah sakit. Kalau perlu,
ia harus tinggal di rumah sakit tersebut untuk beberapa
lama sehingga dokter dapat melakukan control dengan teratur dan memastikan keamanan penderita.
Tapisebenarnya, yang paling penting adalah dukungan dari keluarga penderita,
karena jika dukungan ini tidak diperoleh,
bukan tidak mungkin para penderita mengalami halusinasi kembali. Menurut Dadang,
sejumlah penderita skizofrenia juga sering kambuh meski telah menyelesaikan terapi selama enam bulan.
Karena itu, agar halusinasi tidak muncul lagi,
maka penderita harus terus menerus diajak berkomunikasi dengan realitas. Namun,
keluarga juga tidak boleh berlebih-lebihan dalam memperlakukan penderita skizofrenia.
Menurut dr. LS Chandra, SpKJ, penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari sikap expressed
emotion (EE)
atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, memanjakan, dan terlalu mengontrol yang justru bias menyulitkan penyembuhan.
Seluruh anggota keluarga harus berperan dalam upaya dukungan bagi penderita skizofrenia. Upaya membentuk self
help group di
antara keluarga yang
memiliki anggota keluarga skizofrenia adalah sebuah langkah positif (Arif, 2006).
c.
Terapi Psikososial
Salah
satu efek buruk skizofrenia adalah dampak negatif pada kemampuan orang untuk
berinteraksi dengan orang lain. Meskipun tidak sedramatis halusinasi dan
delusi, masalah ini dapat menimbulkan konflik dalam hubungan sosial. Para
klinisi berusaha mengajarkan kembali berbagai keterampilan sosial seperti
keterampilan percakapan dasar, asertivitas, dan cara membangun hubungan pada
penderita skizofrenia. Klien juga diberikan terapi okupasi sebagai bagian untuk
membantu mereka melaksanakan tugas sederhana dalam kehidupan sehari-hari
(Smith, Bellack, dan Liberman, 1996; Durand dan Barlow, 2007)
d.
Psikoterapi Islami
Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan
metode terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi doa
sebenarnya dilakukan oleh klien yang mengalami gangguan kecemasan. Namun dalam
konteks skizofrenia, keluarga harus senantiasa memberikan terapi doa untuk
penderita skizofrenia. Doa diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan
energi positif dari alam kepada manusia (Urbayatun, 2006).
Perspektif spiritual dalam psikologi
Islami meyakini bahwa ada yang salah dalam qalbu
manusia sehingga ia terkena gangguan psikotik. Terapi psikotik dilakukan
dengan cara menyucikan jiwa individu, baru kemudian jiwa tersebut diisi dengan
kebaikan (oleh terapis).
8.
Prevensi
Skizofrenia
memiliki basis/dasar biologis, seperti halnya penyakit kanker dan diabetes.
Penyakit ini muncul karena ketidakseimbangan yang terjadi pada dopamine, yakni
salah satu sel kimia dalam otak (neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari
sel saraf yang disebut neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter.
Penelitian terbaru bahkan menunjukkan serotonin, norepinefrin, glutamate, dan
GABA juga berperan dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia.
Menurut
Durand (2007), prevalensi penderita skizofrenia dari populasi umum adalah 0,2%
sampai 1,5%. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa setiap individu memiliki
risiko untuk terkena gangguan psikotik ini. Ketidakseimbangan neurotransmitter
dapat dicegah dengan cara tidak selalu mengonsumsi obat-obat psikoaktif.
Pemakaian obat-obatan psikoaktif yang terlalu sering dapat menyebabkan gangguan
halusinasi dan delusi (Durand, 2007).
Secara
psikososial, penderita skizofrenia harus diterima dengan baik oleh pihak
keluarga. Karena penderita skizoferia sebenarnya tidak dapat menerima emosi
yang berlebihan dari orang lain (Durand, 2007).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa intervensi sejak dini merupakan hal yang penting
dan bermanfaat dalam mempengaruhi perjalanan penyakit skizofrenia selanjutnya.
Sehingga pengobatan secara benar dan penyediaan dukungan serta informasi bagi
pasien serta keluarga dapat mencegah kekambuhan di masa yang akan datang
(Fausiah & Widury; makalah pembahas)
Salah
satu strategi untuk mencegah gangguan seperti skizofrenia (yang biasanya tampak
pada masa dewasa awal) adalah dengan mengidentifikasi dan menangani anak-anak
yang mungkin beresiko untuk mengalami gangguan ini di masa dewasanya kelak.
(Durand & Barlow, 2007)
Selain
itu, faktor-faktor seperti komplikasi kelahiran dan beberapa penyakit usia dini
(misalnya, virus) dapat memicu onset skizofrenia, terutama di kalangan mereka
yang secara genetik telah terdisposisi. Jadi, intervensi-intervensi seperti
vaksinasi berbagai macam virus untuk perempuan usia subur dan
intervensi-intervensi yang berhubungan dengan perbaikan nutrisi dan perawatan
prenatal mungkin merupakan ukuran-ukuran preventif yang efektif (McGrath, dalam
Durand & Barlow, 2006).
Ada
tiga bentuk pencegahan primer. Pertama, pencegahan universal, ditujukan kepada
populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko. Caranya adalah mencegah
komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua, pencegahan selektif, ditujukan
kepada kelompok yang mempunyai risiko tinggi dengan cara, orang tua menciptakan
keluarga yang harmonis, hangat, dan stabil. Ketiga, pencegahan terindikasi,
yaitu mencegah mereka yang baru memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal tidak
menjadi skizofrenia yang nyata, dengan cara memberikan obat antipsikotik dan
suasana keluarga yang kondusif (makalah pembahas).
B. GANGGUAN PSIKOSIS
Pengertian
menurut Singgih D. Gunarsa psikosis ialah gangguan jiwa yang meliputi
keseluruhan kepribadian sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam
norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum. Menurut W.F Maramis menyatakan
bahwa psikosis adalah suatu gangguaan jiwa dengan rasa kenyataan (sense of reality). Kelainan seperti ini
dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan perasaan dan fikiran yang
sedemikian berat sehinggan perilaku penderita tidak sesuai lagi dengan
kenyataan. Pada penderita psikosis ini sudah tidak dapat menyadari apa
penyakitnya, karena sudah menyerang seluruh keadaan netral dirinya. Ciri-cirinya
meliputi:
a. Disorganisasi
proses pemikiran
b. Gangguan
emosional
c. Disorientasi
waktu dan ruang
1.
Gangguan
Psikotik Singkat
Berdasar
kategori DSM-IV, untuk gangguan psikotik singkat diberlakukan pada gangguan
psikotik yang berlangsung dari satu hari hingga satu bulan dan ditandai dengan
satu dari ciri-ciri berikut: waham, halusinansi, pembicaraan yang yang tidak
terorganisasi, atau perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik.Gangguan
psikotik singkat sering kali dihubungkan dengan satu atau beberapa stresor yang
signifikan, seperti kehilangan orang yang dicintai, trauma perang. Dan pada
perempuan yaitu onset postpartum(pasca
melahirkan) yang dimulai dalam bulan pertama setelah kelahiran bayi.
2.
Gangguan
Skizofreniform
Merupakan
perilaku abnormal yang identik dengan skizofrenia, yang telah menetap
setidaknya satu bulan, namun kurang dari enam bulan.
3.
Gangguan
Delusi
Merupakan
salah satujenis psikosis yang ditandai waham yang terus ada, sering kali
bersifat paranoid, yang tidak memiliki kualitas yang tidak jelas sebagaimana
bentuk yang ditemukan pada skizofrenia paranoid. Dalam hal ini, ada beberapa
tipe delusi, yaitu sebagai berikut:
a.
Tipe erotomanik:
keyakinan delusional bahwa orang lain, biasanya status sosial yang lebih
tinggi, seperti bintang film atau figur politikus jatuh cinta pada dirinya.
b.
Tipe kebesaran: keyakinan
yang mel;ambung tentang nilai, pentingnya, kekuasaan, pengetahuan, atau
identitas mengenai diri sendiri, atau keyakinan bahwa dirinya memiliki hubungan
yang khusus dengan Tuhan atau orang yang terkenal.
c.
Tipe cemburu: seseorang
yang sangat yakin, tanpa sebab yang terjadi, bahwa kekasihnya tidak setia.
Orang yang mengalami waham ini mungkin salah menginterpretasikan tanda-tanda
tertentu sebagai tanda-tanda ketidaksetiaan.
d.
Tipe persekusi:jenis
yang paling umum dari gangguan delusi, waham persekusi melibatkan tema-tema
tentang adanya konspirasi untuk menentang dirinya, diikuti, dikhianati, dimata-matai,
diracuni atau diberi obat, atau dilain pihak difitnah atau diberi perlakuan
salah. Biasanya, orang ini menuntuk tindakan pengadilan, melawan, atau
melakukan tindak kekerasan terhadap orang yang dianggap melakukan perbuatana
salah ini.
e.
Tipe somatik:waham yang
melibatkan kerusakan, penyakit, atau gangguan fisik. Orang-orang dengan waham
seperti ini mungkin meyakini bahwa bau yang busuk keluar dari tubuh mereka,
atau bahwa parasit-parasit di dalam tubuh memakan tubuh mereka, atau bagian
tertentu tubuh mereka memiliki bentuk yang tidak lazim atau jelek, atau tidak
berfungsi secara tepat meskipun buktinya kebalikannya.
f.
Tipe campuran: waham
biasanya melibatkan lebih dari satu tipe, tidak ada tema tunggal yang
mendominasi
4.
Gangguan
Spektrum Skizofrenia/ gangguan skizoafektif
Merupakan
satu jenis gangguan psikotik dimana individu mengalami gangguan mood yang parah
dan ciri-ciri yang berhubungan dengan skizofrenia.
BAB
III
KESIMPULAN
Skizofrenia
adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang
ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi
sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan
menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi
longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negatif seperti penarikan
diri, apati, dan perawatan diri yang buruk.Penyebabskizofrenia
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Ada
yang berpendapat karena keturunan, atau kerusakan kelenjar-kelenjar tertentu
dari tubuh, mulai menyerang setelah orang menghadapi satu peristiwa yang
menekan, yang akibatnya muncul penyakit yang mungkin tersembunyi di dalam diri
seseorang.
Skizofrenia
memiliki basis/dasar biologis, seperti halnya penyakit kanker dan diabetes. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa intervensi sejak dini merupakan hal yang penting dan
bermanfaat dalam mempengaruhi perjalanan penyakit skizofrenia selanjutnya.
Ada
tiga bentuk pencegahan primer, pertama,
pencegahan universal, ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor
risiko. Kedua,
pencegahan selektif, ditujukan kepada kelompok yang mempunyai risiko tinggi. Ketiga, pencegahan
terindikasi, yaitu mencegah mereka yang baru memperlihatkan tanda-tanda fase
prodromal tidak menjadi skizofrenia yang nyata.
Psikosis ialah gangguan
jiwa yang meliputi keseluruhan kepribadian sehingga penderita tidak bisa
menyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum.Ciri-cirinya meliputi disorganisasi proses
pemikiran, gangguan
emosiona, disorientasi waktu dan
ruang, sering atau terus
berhalusinasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardani, Tristiadi Ardi dkk. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Alwisol.
2007. PsikologiKepribadian. Malang:
UMM Press.
Arif,
ImanSetiadi. 2006. Skizofrenia:
MemahamiDinamikaKeluargaPasien. Bandung: PT. RefikaAditama.
Durand,
V. Mark dan David H. Barlow.2007. IntisariPsikologi
Abnormal. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Nevid, Jeffrey S. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
1 komentar:
Apakah perbedaan mencolok antara pengidap Psikosis dengan Skizofrenia?
Posting Komentar