MAKALAH PENGANTAR PSIKOLOGI ISLAM
“KESEHATAN MENTAL DITINJAU DARI
SUDUT PANDANG PSIKOLOGI ISLAM”
BAB I
PENDAHULUAN
Semua orang yang ada di dunia ini pasti ingin untuk
hidup sehat, karena kesehatan adalah harta yang tak ternilai harganya,
banyak cara yang di tempuh oleh semua orang untuk memperoleh kesehatan.
Seseorang dikatakan sehat tidak hanya dilihat dari segi fisiknya saja,
tetapi juga harus ditinjau dari segi kesehatan mentalnya. Mental merupakan
salah satu unsur pembentuk jiwa. Kesehatan mental sangat penting untuk
selalu kita jaga, karena fisik yang kuat tak akan berarti tanpa mental
jiwa yang sehat. Tidak seorangpun yang tidak ingin menikmati ketenangan
hidup, dan semua orang akan berusaha mencarinya, meskipun tidak semuanya
dapat mencapai yang diinginkannya itu. Bermacam sebab dan rintangan
yang mungkin terjadi sehingga banyak orang yang mengalami kegelisahan,
kecemasan dan ketidak puasan.
Hidup yang bermakna menjadi sebuah jawaban, maka
dari situlah kepribadian Islam menjadi harapan di tengah-tengah kemajemukan masyarakat
dan peradaban global. Sebagai alternatif, kesehatan mental merupakan
solusi melalui paradigma pendidikan untuk mengembangkan sisi-sisi potensi
kecerdasan qalbiyah baik secara spiritual, kognitif-intelektual, afeksi-emosional
dan psikomotor-amaliah. Upaya pemetaaan konsep pendekatan dalam tulisan
ini tidak lepas dari paradigma psikologi Islam sebagai "pisau analisis"
dalam memahami fenomena psikologis manusia dan kemanusiaanya secara
utuh dalam seluruh stuktur kepribadiannya. Dengan demikian, dalam tulisan
ini persoalan yang akan dikaji tidak lebih merupakan bahan telaah Pengantar
Psikologi Islam: kesehatan mental dalam psikologi Islam, kesehatan mental:
solusi pengembangan qalbiah, dan integrasi dimensional kecerdasan qalbiah
dalam ranah pendidikan.
Dalam literatur Psikologi, ditemukan beberapa pengertian
kesehatan mental. Musthafa Fahmi, sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Mahmud Mahmud menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental:
Pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya
seseorang dari segala neurosis (al-amradh al-ashabiyah) dan psikosis
(al-amradh al-dzihaniyah). Kedua, pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan
mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian diri sendiri dan
terhadap lingkungan sosialnya.
Zakiah Daradjat secara lengkap mendefinisikan kesehatan
mental dengan ”terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara
fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan.
Dalam pengertian yang luas kesehatan mental dapat diartikan sebagai
terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan
dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri
dan lingkungannya, berlandaskan keimanan serta bertujuan untuk mencapai
hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran,
perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup harus dapat saling
membantu dan bekerja sama satu dengan lainnya sehingga dapat tercapai
keharmonisan yang dapat menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang
serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin. Keharmonisan
antara fungsi jiwa dan tindakan tegas itu dapat dicapai antara lain
dengan keyakinan akan ajaran agama, keteguhan dalam mengindahkan norma-norma
sosial, hukum, moral dan sebagainya.
BAB II
LANDASAN TEORI
PENGERTIAN
Istilah kesehatan mental dalam Al quran dan Hadits
digunakan dengan berbagai kata antara lain najat (keselamatan), fawz
(keberuntungan), falah (kemakmuran), dan sa'adah (kebahagiaan). Bentuk
kesehatan mental meliputi:
yang berlaku di dunia yaitu keselamatan dari hal-hal
yang mengancam kehidupan dunia.
yang berlaku dalam kehidupan akhirat yaitu selamat
dari celaka dan siksaan di akhirat termasuk menerima ganjaran dan kebahagiaan
dalam berbagai bentuk.
Dalam al-Qur'an juga terdapat ayat-ayat yang berkaitan
dengan uraian definisi kesehatan mental, yang meliputi hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan lingkungan dan
dengan Allah, yang semuanya ditujukan untuk mendapatkan hidup yang lebih
berarti dan akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sedangkan, Orang yang mempunyai mental yang sehat
menurut Al Ghazali digambarkan dalam konsep insan kamil (manusia paripurna/sempurna).
Insan kamil dalam konsep psikologi modern yaitu bisa berlaku di dunia
ini artinya untuk sampai pada kedudukan insan kamil manusia melalui
perubahan kualitatif sehingga ia mendekati (qurb) Allah dan menyerupai
malaikat. Dari konsep insan kamil dapat kita tarik kesimpulan bahwa
orang yang sehat mental (insan kamil) diantaranya mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. motif utama setiap tindakannya adalah beribadah
kepada Allah.
2. senantiasa berdzikir (mengingat Allah) dalam menghadapi
segala permasalahan.
3. beramal dengan ilmu.
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat
disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan
mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa
rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan
mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan
potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah
dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang
dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir
kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua
pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari neurosis (al-amhradh al-'ashabiyah) dan
psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah
kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap
lingkungan sosial.
DEFINISI KESEHATAN MENTAL MENURUT TOKOH ISLAM
Kesehatan mental tidak bisa dilepaskan dari bingkai
paradigma sains kontemporer, dimana kesehatan mental diukur dengan sejauh
mana persepsi seseorang terhadap realitas empirik semata. Kesehatan
mental dianggap identik dengan seberapa mampu seseorang dalam mempersepsi
terhadap lingkungan realitas empirik dengan baik. Realitas empirik yang
dimaksud disini mencakup lingkungan yang terbaas pada diri dan masyarakat
di sekitarnya. Realitas meta empirik yang meliputi makhluk spiritual,
alam ruh, Allah, dan sebagainya. Arah penyempurnaan kajian mental yaitu
pada ketercakupan seluruh potensi manusia yang multi dimensi.
Disini, Zakiah Darajat merumuskan pengertian kesehatan
mental yang mencakup seluruh potensi manusia yaitu sebagai bentuk personifikasi
iman dan takwa seseorang. Hal ini dipahami bahwa semua kriteria kesehatan
mental dirumuskan mengacu pada nilai-nilai iman dan takwa.
Unsur iman dan takwa berdasar pada kenyataan bahwa
tidak sedikit ditemukan orang yang tampaknya hidup bahagia dan sejahtera,
kepribadiannya menarik, sosialitasnya sangat baik, tetapi sebenarnya
memiliki jiwa gersang dan stress karena tidak beragama atau kurang taat
dalam beragama, dan itu dinyatakan sebagai kesehatan mental semu. Secara
nyata seseorang tersebut dapat dinyatakan sebagai orang yang sehat mental,
karena perilakunya dinilai sangat baik oelh lingkungan, namun jika dilihat
dari pengertian Zakiah Darajat, orang tersebut tidak sehat mental,karena
orang tersebut gagal dalam hubungan dengan Tuhannya.
Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa
hakekat kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian, keharmonisan,
dan integralitas kepribadian yang mencakup seluruh potensi manusia secara
optimal dan wajar. Zakiah Darajat juga mengemukakan empat indikator
untuk mengetahui tingkat kesehatan mental, diantaranya:
1. Ketika seseorang mampu menghindarkan diri dari
gangguan mental dan penyakit.
2. Ketika seseorang mampu menyesuaikan diri dengan
masyarakat, alam, dan Tuhannya.
3. Ketika seseorang mampu mengendalikan diri terhadap
semua problema dan keadaan hidup sehari-hari.
4. Ketika dalam diri seeorang terwujud keserasian,
dn keharmonisan antara fungsi-fungsi kejiwaan.
Ilmu kesehatan mental tidak jauh berbeda dengan psikologi
agama. Menurut Hasan Langgulung, sekalipun kesehatan mental itu merupakan
istilah dan ilmu baru, tetapi hakekatnya sama dengan konsep kebahagiaan,
keselamatan, kejayaan, dan kemakmuran. Penganalogan kesehatan mental
dengan konsep kebahagiaan itu menunjukkan bahwa kesehatan mental merupakan
suatu kondisi jiwa yang sehat secara wajar dan optimal. Jalal Syaraf
mengistilahkan dengan “al-Mustawa al-Shahiy al-Aqliy 'Ammatan”,
yaitu suatu kondisi jiwa yang sehat bisa dibahas ketika berbicara tentang
terhndarnya seseorang dari penyakit jiwa, pengendalian diri, terwujudnya
integritas antara berbagai fungsi-fungsi kejiwaan. Sementara Ibnu Sina
mengemukakan bahwa kebahagiaan tidak bisa lepas dari kajian akhlak,
karena kebahagian tanpa kahlak mulia itu tidaklah mungkin. Kebersiah
dan kesucian kalbu menjadi kunci utama perolehan kebahagiaan. Kalbu
atau jiwa yang suci membuat seseorang jauh dari gangguan dan penyakit
kejiwaan. Al Ghazali juga menyebutkan bahwa teori kebahagiaan sebagai
cerminan kesehatan mental dalam balutan akhlak sufistik.
IMAN DAN KESEHATAN MENTAL
Dalam hal ini, iman sangat diperlukan dalam kehidupan
manusia, jika ingin hidup tenang dan bahagia. Kepribadian yang di dalamnya
terkandung unsur-unsur agama dan keimanan yang cukup teguh, maka setiap
ada masalah, orang tersebut akan menghadapinya dengan tenang. Dimana
unsur terpenting yang yang membantu pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan
manusia adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Maka
dala Islam, prinsip pokok yang menjadi sumbu kehidupan manusia adalah
iman, karena iman itu yang menjadi pengendali sikap, ucapan, tindakan,
dan perbuatan. Berikut ini adalah pengaruh iman terhadap kesehatan mental:
Iman kepada Allah
Keimanan adalah suatu proses kejiwaan yang tercakup
di dalamnya semua fungsi jiwa, perasaan dan pikiran sama-sama meyakinkannya.
Apabila iman tidak sempurna, maka manfaatnya bagi kesehatan mentalpun
kurang sempurna. Misalnya, belakangan ini di negara Indonesia memang
benar mayoritas Islam dan bertuhan. Namun banyak sekali orang yang tidak
mampu menggunakan kepercayaannya itu dalam hidupnya. Mereka gelisah,
hidup tidak tentram, dimana-mana terjadi pertengkaran dan permusuhan,
baik dalam rumah tangga maupun lingkungan luar.
Untuk dapat mencapai keimanan yang sungguh dan menjamin
kebahagiaan hidup, maka bagi Muslim, percaya adanya Allah itu wajib.
Termasuk juga percaya dengan sifat-sifat Allah. Seprti orang yang percaya
tentang adanya Allah (wujud), maka orang tersebut tidak akan pernah
kesepian dimanapun dia berada.
Iman kepada malaikat
Kepercayaan akan adanya malaikat adalah bahwa kepercayaan
itu menentramkan batin dan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan mental.
Iman kepada kitab Allah
Berdasarkan penelitian di klinik jiwa, menunjukkan
bahwa, betapapun buta hurufnya seseorang tentang al-Quran, namun setelah
mereka mengalami gangguan kejiwaan atau diserang oleh rasa cemas dan
konflik jiwa yang tidak teratasi, banyak sekali yang menggunakan al-quran
sebagai penenang hatinya. Dimana dengan al-Quran, bisa menetramkan batin
dan melegakan jiwa, yang selanjutnya menjamin kesehatan mental.
Iman kepada rasul Allah
Apabila kita tidak percaya terhadap rasul-rasul Allah,
kita tidak akan dapat menjalankan agama. Karena agama dibawa oleh nabi
dan rasul Allah. Selanjutnya, kita tidak akan sanggup pula mendekatkan
diri kepada Allah, sehingga berakibat datangnya kecemasan dan kegelisahan.
Sebenarnya, jika kita teliti keistimewaan semua rasul
Allah, akan ditemukan bahwa setiap ajaran mereka yang terpenting dan
menonjol, juga terdapat ajaran Islam. Termasuk juga jika kita mampu
mengakui keberadaan nabi-nabi terdahulu.
Kesimpulannya, kepercayaan kepada nabi dan Rasul
Allah itu menentramkan batin dan memungkinkan persatuan dengan semua
penganut agama yang mereka bawa.
Iman kepada hari kiamat
Kepercayaan tehadap hari kiamat, mencakup seluruh
hal yang berkaitan dengan akhirat. Yang selanjutnya akan menjamin kesehatan
mental yang dibutuhkan oleh jiwa.
Iman kepada qada' dan qadar
Kepercayaan terhadap takdir Allah, dapat mengurangi
rasa tertekan jiwa karena kegagalan dalam usaha atau dalam hidup pada
umumnya. Dengan kepercayaan yang keenam ini, seseorang dapat terhindar
dari rasa kecewa dan frustasi yang mendalam. Hal ini menjamin kesehatan
mental orang yang beriman.
PATOLOGI/ PENYAKIT MENTAL DALAM ISLAM
Para pemikir islam mengemukakan beberapa penyakit
mental yaitu:
riya' yaitu bertingkah laku karena motif ingin dipuji
atau diperhatikan orang lain.(Qs.An nisa:142, Qs.At taubah:67)
hasad dan dengki atau iri hati yaitu tidak suka pada
kebahagiaan orang lain. (Qs.An nisa:54, Qs.Al Falaz:1-5)
rakus yaitu hasrat yang berlebih-lebihan dalam makan.
waswas. Para pemikir islam berpendapat bahwa waswas
merupakan bisikan hati, akan cita-cita dan angan-angannya dalam nafsu
dan kelezatan.
bicara berlebih-lebihan. Jika seseorang menyukai
bicara yang berlebihan maka dia akan lebih banyak berbohong.
melaknati orang yaitu menyumpahi atau mendoakan hal-hal
yang buruk untuk orang lain.
ingkar janji. Jika janji itu diingkari karena nafsu
bukan karena hal-hal yang mendesak.
berbohong.
mengadukan orang lain (naminah) yaitu menyampaikan
hal-hal yang tidak disukai oleh orang yang bersangkutan.
membicarakan kejelekan orang lain di belakang orang
tersebut (ghibah).
sangat marah (syiddat alghadab).
cinta dunia (hubb ad dunya).
cinta harta (hub al-mal).
kebakhilan yaitu pelit atau menyembunyikan dan menumpuk
harta.
cinta pada kedudukan atau pangkat (hubb al-jah).
kesombongan (kibr) atau bangga (ujub).
INTERVENSI
Ar-Razi dalam bukunya 'Al-Thib al-Rûhâniy' menjelaskan
cara perawatan dan penyembuhan penyakit-penyakit kejiwaan dengan melakukan
pola hidup sufistik. Melalui konsep zuhud, pengendalian diri, kesederhanaan
hidup, jauh dari akhlak buruk, menjadikan akal sebagai esensi diri merupakan
kunci-kunci perolehan kebahagiaan hidup.
BAB III
ANALISIS
Dari pengertian dan penjelasan kesehatan mental dalam
tinjauan islam, dapat dipahami bahwa islam memberikan konsep yang komprehensiv
dan menyeluruh dalam memahami kesehatan mental. Berbeda dengan pandangan
freud mengenai kesehatan mental yang hanya melihat dari sisi individu.
Yaitu ketika ego dapat menjembatani antara dorongan id dan tuntutan
superego tanpa adanya kecemasan dan defence mechanism yang dilakukan oleh ego, dan
juga pandangan-pandangan madzhab psikologi lainnya. Dalam makalah ini
konsep kesehatan mental menurut tinjauan islam akan diperbandingkan
dengan konsep-konsep psikologi kontemporer, yaitu psikoanalisa, behavioristik,
dan humanistik.
Psikoanalisa
Dalam kaitannya dengan psikoanalisa, sudah dijelaskan
bahwa konsep kesehatan mental yang diyakini oleh freud adalah ketika
ego dapat menjembatani antara dorongan id dan tuntutan superego secara
realistis dan tanpa melibatkan kecemasan pada individu atau dikenal
dengan istilah ego strength. Konsep psikoanalisis mendasarkan
perilaku manusia yang timbul atas dasar dorongan id yang dalam Islam
disebut nafsu. Ada istilah superego, namun lebih ditekankan pada nilai-nilai
yang dianut dari lingkungan dan bukan potensi yang asalnya dari Tuhan.
Psikoanalisis terlalu menekankan alam bawah sadar sehingga terkesan
mengesampingkan akal. Islam sebagai sebuah cara pandang di dalam kesehatan
mental mengakomodir kemampuan akal dan bahkan qalb dalam mengatasi dorongan-dorongan
nafs yang negative. Qalb ini merupakan potensi yang datangnya dari Ilahi,
dan bukan hasil bentukan lingkungan seperti superego. Psikoanalisis
juga terlalu memandang negative manusia. Berbeda dengan Islam yang menggambarkan
manusia sebagai khalifah fi lard sekaligus insan kamil yang penuh dengan
potensi positif. Meski Islam juga tidak mengesampingkan bahwa manusia
memiliki potensi negative.
Behavioristik
Orang yang sehat mental menurut konsep behavioristic
adalah orang yang perilakunya merupakan hasil belajar yang benar. Pada
hakikatnya, manusia adalah kertas kosong yang perilakunya akan sangat
ditentukan oleh pewarnaan lingkungan. Sehingga kesehatan mental itu
datangnya dari lingkungan. Behavioristik terlalu memandang mekanis manusia
dan terkesan mengabaikan potensi-potensi manusia seperti akal, dan hati
nurani.
Islam sebagai sebuah cara pandang dalam kesehatan
mental, menerapkan beberapa hokum behavioristic dalam metode penyampaian
ajarannya. Ada istilah pahala dan dosa yang berlaku sebagai reward dan
punishment. Namun islam tidak lantas memandang manusia berbuat baik
atau jahat hanya karena adanya kedua hal tersebut. Islam tidak mengabaikan
potensi yang ada pada diri manusia, perilaku manusia tidak hanya ditentukan
lingkungan, namun individu juga memiliki kehendak untuk memilih perilaku
apa yang akan ditampakkannya. Apaka individu akan menuruti nafs jelek?
Atau akan menuruti qalb-nya?
Humanistik
Dalam konsep humanistik memandang seseorang yang
memiliki mental yang sehat adalah orang yang dapat berfungsi sepenuhnya
(fully functioning person), yaitu orang-orang yang dapat
mencapai penyesuaian psikologis secara baik. Orang-orang tersebut memiliki
tanda-tanda diantaranya adalah terbuka terhadap pengalaman, percaya
kepada organismenya sendiri, dapat mengekspresikan perasan-perasaannya
secara bebas, bertindak secara mandiri, dan kreatif.
Sekarang jelaslah bahwa islam memiliki pandangan
yang komprehensiv dalam memahami kesehatan mental, hal ini diperkuat
karena manusia tidak hanya makhluk hedonis atau makhluk ynag hanya memiliki
ikatan dengan dirinya dan lingkungannya seperti yang dijelaskan oleh
madzhab-madzhab di atas melainkan manusia adalah makhluk yang memiliki
fitrah abdiah dan khalifah.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan
jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan
akhlak yang mulia. Bentuk kesehatan mental meliputi:
yang berlaku di dunia yaitu keselamatan dari hal-hal
yang mengancam kehidupan dunia.
yang berlaku dalam kehidupan akhirat yaitu selamat
dari celaka dan siksaan di akhirat termasuk menerima ganjaran dan kebahagiaan
dalam berbagai bentuk.
Ciri-ciri orang yang sehat mentalnya menurut Al Ghazali
adalah sebagai berikut:
1. motif utama setiap tindakannya
adalah beribadah kepada Allah.
2. senantiasa berdzikir (mengingat
Allah) dalam menghadapi segala permasalahan.
3. beramal dengan ilmu.
Indikator untuk mengetahui tingkat kesehatan mental
menurut Zakiah Darajat, diantaranya:
1. Ketika seseorang mampu menghindarkan diri dari
gangguan mental dan penyakit.
2. Ketika seseorang mampu menyesuaikan diri dengan
masyarakat, alam, dan Tuhannya.
3. Ketika seseorang mampu mengendalikan diri terhadap
semua problema dan keadaan hidup sehari-hari.
4. Ketika dalam diri seeorang terwujud keserasian,
dn keharmonisan antara fungsi-fungsi kejiwaan.
Kesehatan mental manusia memiliki korelasi positif
dengan keimanan. Islam memiliki pandangan yang komprehensiv dalam memahami
kesehatan mental, hal ini diperkuat karena manusia tidak hanya makhluk
hedonis atau makhluk yang hanya memiliki ikatan dengan dirinya dan lingkungannya
seperti yang dijelaskan oleh madzhab-madzhab psikologi barat melainkan
manusia adalah makhluk yang memiliki fitrah abdiah dan khalifah.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Z.1990. Ilmu jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Darajat, Zakiah. 1982. Islam dan Kesehatan Mental.
Jakarta: PT Gunung Agung.
Hawari, D.1996. Al Quran ilmu kedokteran dan kesehatan
jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Ikhrom. Psikologi Islam (Titik Singgung
antara Tasawuf, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental). Diunduh dari artikel Teologia,
volume 19, Nomor 1, Januari 2008
1 komentar:
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
Posting Komentar