"Selamat Datang Di Fahriikurniiawan.blogspot.com,,,Mari Berbagi Inspirasi dan Pengalaman"

Kamis, 06 Desember 2012

Islamisasi Sejarah



Oleh Adian Husaini*
Membaca buku Rosihan Anwar (1922-2011) berjudul Jatuh Bangun Pergerakan Islam di Indonesia (1971), tidak dapat dipungkiri, ada sejumlah gagasan “Islamisasi” pemahaman sejarah Indonesia, yang menarik untuk disimak.
Simaklah sebagian kutipan buku yang sebenarnya kumpulan nasehat Rosihan kepada putrinya tersebut:
“…Bahkan Rupert Emerson dan Fred von der Mahden melihat adanya interrelasi antara hubungan agama dengan nasionalisme di Burma dan Indonesia. Gerakan kebangsaan di Burma dipelopori oleh Young Men’s Buddhist Association, begitu juga gerakan nasionalisme Indonesia yang dipelopori oleh orang-orang Islam. Budi Utomo memang merupakan sebuah gerakan nasionalis, sama seperti Nationale Indische Partij yang dipimin Douwes Dekker alias Dr. Setia Budi, tetapi gerakan-gerakan itu kecil. Dan, SI-lah gerakan kebangsaan-keagamaan yang pertama dengan anggota-anggotanya yang mencapai 2 juta orang ada saat itu, dan mempunyai organisasi massa yang berakar di kaum petani atau apa yang dinamakan George Kahin “the first peasant-based mass organisation. Inilah yang harus kau ingat selalu, Aida Fathya, bahwa pelopor gerakan nasionalisme yang menentang kolonialisme dan imperialisme Belanda ialah Islam.”
Pesan penting Rosihan dalam buku ini adalah, Islam sebagai pelopor kebangkitan nasional dan pelopor dalam pembebasan Indonesia dari penjajahan. Tidak dapat disangkal, para sejarawan dan tokoh-tokoh Islam telah banyak mengungkapkan kejanggalan penulisan dan pengajaran sejarah di Indonesia, khususnya terkait dengan Islam. Secara sistematis, ditemukan upaya untuk mengecilkan peran Islam dalam sejarah kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia.
Buya Hamka, dalam Tafsir al-Azhar, sudah menunjukkan kejanggalan pemahaman sejarah Indonesia yang cenderung mengecilkan Islam. Kata Hamka, ini tak lepas dari strategi misionaris Kristen dan orientalis dalam menyerang Islam. Menurut Hamka, seperti tercantum dalam Tafsir al-Azhar Juz VI, akibat strategi mereka, bangsa Indonesia lebih mencintai Gajah Mada ketimbang Raden Patah.
Mari tanyakan kepada anak-anak kita, apakah mereka mengenal Raden Patah, Raja Muslim Pertama di Tanah Jawa dan putra Raja Majapahit, yang sekaligus santri dari Sunan Ampel?
Anak-anak kita dicekoki sebuah dongeng bahwa Nusantara pernah disatukan oleh Gajah Mada. Bahwa Kerajaan Hindu itulah yang berhasil menyatukan Nusantara. Lalu, setelah itu, datanglah Kerajaan Islam dengan Raja-nya Raden Patah dan didukung para Wali Songo, untuk meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Opini yang ingin disampaikan kepada anak-anak kita tampaknya: “Islam datang untuk menghancurkan kejayaan Indonesia yang sudah berhasil dibangun oleh Majapahit!”
Setelah itu –sebagaimana digambarkan dalam buku-buku pelajaran Sejarah– muncul kerajaan-kerajaan Islam yang tidak pernah berhasil menjelma menjadi Kerajaan Nasional, sebagaimana Sriwijaya dan Majapahit. Jadi, Islam digambarkan sebagai faktor yang tidak kondusif sebagai ”pemersatu Indonesia.”
Padahal, coba tanyakan kepada mereka, kapan Majapahit benar-benar berhasil menyatukan Nusantara? Dengan cara apa Majapahit menyatukan Nusantara? Katanya, Gajah Mada pernah bersumpah, namanya Sumpah Palapa! Apakah sumpah seseorang bisa dijadikan bukti bahwa dia berhasil mewujudkan sumpahnya?
Prof C.C. Berg, termasuk sejarawan yang mengkritik upaya pengkultusan dan pemitosan kebesaran Majapahit. Ia menulis sebuah artikel di Jurnal IndonesiĆ«, Maret 1952, No. 5, berjudul ”De Sadeng-oorlog en de mythe van Groot-Majapahit” (Perang Sadeng dan Mitos Kebesaran Majapahit). Menurut CC Berg, wilayah Majapahit sejatinya hanya mencakup Jawa Timur dan Madura.
Di tengah arus besar “penyingkiran” Islam dari peta kebangkitan Indonesia, apa yang dilakukan oleh Rosihan dengan bukunya ini, merupakan sesuatu yang cukup bermakna. * SUARA HIDAYATULLAH, SEPTEMBER 2011
*Penulis adalah Ketua Program Studi Pendidikan Islam, Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010 _Fahri kurniawan_
Theme by Fahri Kurniawan