"Selamat Datang Di Fahriikurniiawan.blogspot.com,,,Mari Berbagi Inspirasi dan Pengalaman"

Minggu, 11 November 2012

DRAFT PAPER PERSPEKTIF HUMANISTIK-EKSISTENSIAL DALAM MEMAHAMI PERILAKU ABNORMAL


DRAFT PAPER PERSPEKTIF HUMANISTIK-EKSISTENSIAL DALAM MEMAHAMI
PERILAKU ABNORMAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Abnormal
Dosen Pengampu : Sara Palila, S. Psi., Psi., M.A



Disusun oleh :
         Mauizatul Jannah (10710010)        Wiji Catur Wulandari (10710040)
         Eka Mulyani (10710020)               Naufil Istighfari (10710045)
        Gathit Puspitasari (10710023)       Nur Rofingah (10710078)
        Fahri Kurniawan (10710036)        Siti Maysaroh (107100198)
        Febri Fajarini (10710030)              Shinta Putri Megawati (10710103)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012



BAB 1
PENDAHULUAN

Abnormal adalah perilaku yang menyimpang dari normal. Terdapat banyak konsepsi mengenai abnormalitas menurut tinjauan tertentu. Aliran humanistik yang merupakan aliran ketiga seteleh psikodinamika dan behavioristik. Dimana aliran humanistik ini sangat menentang kedua aliran sebelumnya tersebut. Meskipun memiliki pandangan yang berbeda, tetapi aliran ini berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Manusia, menurut eksistensialisme adalah hal yang mendalam-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya. Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialisme percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasibnya, serta bertanggungjawab atas pilihan dan keberadaannya.
Pemikiran yang optimisik dari humanistik ini bertolak dari pengandaian bahwa manusia pada dasarnya dilahirkan baik. Tingkah laku manusia dengan sadar, bebas dan bertanggungjawab dibimbing oleh daya-daya yang positif yang berasal dari dalam dirinya sendiri ke arah pemekaran seluruh potensi manusiawinya secara penuh. Agar berkembang ke arah positif, manusia tidak pertama-tama membutuhkan pengarahan melainkan sekedar pendampingan personal serta penerimaan dan penghargaan demi berkembangnya potensi positif yang melekat pada dirinya. Lantas bagaimana bisa individu menjadi abnormal? Di sini akan dibahas beberapa pandangan mengenai perilaku abnormal menurut para tokoh humanistik beserta dengan terapi atau proses penyembuhan.

BAB II
ISI
A.    Perspektif Humanistik-Eksistensial dalam Memahami Perilaku Abnormal
Pusat dari perspektif humanistik adalah keyakinan bahwa motivasi manusia didasarkan pada suatu tendensi bawaan untuk pencarian pemenuhan diri dan arti dalam hidup. Menurut teori kepribadian humanistik, seseorang termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami diri mereka dan dunia serta untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dengan cara memenuhi potensi unik mereka. Secara umum perilaku abnormal menurut humanistik adalah saat Konsep self yg terganggu
Menurut pendekatan humanistik, penyebab gangguan prilaku adalah terhambat atau terdistorikannya perkembangan pribadi dan kecenderungan wajar arah kesehatan fisik dan mental. Hambatan ini bersumber dari:
1.      Penggunaan mekanisme pertahanan diri yang berlebihan.
2.      Kondisi sosial yang tidak menguntungkan.
3.      Stres yang berlebihan.
Menurut pendekatan ini, tujuan psikoterapi adalah menolong individu meninggalkan benteng-benteng pertahanan diri dan belajar mengakui dan menerima pengalaman sejati mereka, belajar mengembangkan bentuk kompetensi yang diperlukan dan menemukan nilai-nilai hidup. Sedangkan, menurut pendekatan eksistensial, manusia modern terjebak dalam situasi hidup tidak menyenangkan yang merupakan buah pahit dari modernisasi yang berupa melemahnya nilai-nilai tradisional, krisis iman, hilangnya pengakuan atas individu sebagai pribadi akibat berubahnya masyarakat ke arah biokratik. Situasi ini membuat orang merasa kosong hidupnya, merasa serba cemas, dan akhirnya terperosok kedalam psikopatologi. Maka, menurut model eksistensial, tujuan psikoterapi adalah menolong orang menjernihkan nilai hidupnya dan membuat hidup lebih bermakna.
B.     Pandangan Terhadap perilaku Abnormal
Maslow menyatakan bahwa pribadi yang normal dengan jiwa yang sehat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (Kartono, 2000)
a.       Memiliki rasa aman yang tepat.
b.      Memiliki penilaian diri dan wawasan yang rasional.
c.       Memiliki spontanitas dan emosional yang tepat.
d.      Memiliki kontak dengan realitas secara efisien.
e.       Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang sehat.
f.       Memiliki pengetahuan mengenai dirinya secara objektif.
g.      Memiliki tujuan hidup yang adekuat, tujuan hidup yang realitistis yang didukung oleh potensi.
h.      Mampu belajar dari pengalaman hidupnya.
i.        Sanggup untuk memenuhi tuntutan-tuntutan kelompok.
Dari uraian di atas, maka dapat diketahui pula ciri-ciri orang yang berperilaku abnormal. Maslow berpendapat apabila manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan mengalami gangguan jiwa.
Sedang Menurut Rogers, perilaku abnormal adalah hasil dari perkembangan konsep tentang self yang terganggu. Apabila orang tua menunjukan pada anak tentang conditional positive regard, orang tua akan menerima mereka apabila mereka berperilaku dengan cara yang disetujui, anak-anak mungkin belajar untuk tidak memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ditolak oleh orang tua mereka. Dengan conditional positive regard, anak-anak mungkin belajar untuk mengembangkan kondisi untuk berharga (condition of worth), untuk berpikir bahwa diri mereka sendiri berharga hanya apabila mereka berperilaku dengan cara tertentu yang telah disetujui. Dengan contoh, seorang anak yang dihargai oleh orang tuanya, hanya ketika ia patuh mungkin ia akan menyangkal pada dirinya sendiri bahwa ia pernah memiliki perasaan marah. Dalam sebuah kasus dimana ide mereka berbeda dari pandangan-pandangan orang tua mereka bahkan idenya tersebut tidak dapat diterima oleh orang tuanya. Ketidaksetujuan orang tuanya itulah membuat mereka memandang diri sendiri sebagai pemberontak, merasa salah, egois, bahkan jahat. Tetapi, jika mereka berkeinginan untuk mempertahankan self-esteem, mungkin mereka harus menyangkal perasaan bersalah mereka. Kemudian mereka akan mengembangkan self-concept atau pandangan tentang diri mereka sendiri yang terdistorsi dan menjadi orang asing bagi diri mereka sesungguhnya.
Rogers meyakini bahwa kecemasan mungkin muncul ketika kita mulai merasakan perasaan dan ide kita tidak konsisten dengan self-concept terdistorsi yang telah kita kembangkan, yang mencerminkan apa yang diharapkan orang lain tentang kita. Oleh karena itu kecemasan tidak menyenangkan kita mungkin menyangkal bahwa ide dan perasaan ini pernah muncul. Sehingga self-actualization kita yang sesungguhnya menjadi terganggu dengan penyangkalan terhadap ide dan emosi yang penting. Energi psikologis diarahkan pada penyangkalan dan self-defense yang berlangsung terus menerus tetapi bukan kearah pertumbuhan.
Lagi, menurut frankl Perilaku abnormal terjadi ketika seseorang tidak mampu memaknai hidupnya. Inti dari manusia adalah pencarian makna dan tujuan hidup. Manusia modern mempunyai banyak cara untuk hidup tetapi sering tidak punya makna hidup, sehingga keberadaan waktunya seperti tidak berguna, atau “kekosongan yang nyata.”

C.    Patologi
Dalam humanistik khususnya maslow Orang yang tidak bisa mengaktualisikan diri disebut abnormal. Dan jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti:
a.    Apatisme
b.    Kebosanan
c.    Putus asa
d.   Tidak punya rasa humor lagi
e.    Keterasingan
f.     Mementingkan diri sendiri
g.    Kehilangan selera.
Menurut rogers, tidak semua orang bisa menjadi pribadi yang sehat secara psikologis, karena sebagian besar orang banyak mengalami :
a.       Kondisi berharga (positive regard) dan evaluasi eksternal dapat mengarah pada kerapuhan, kecemasan, dan ancaman.
b.      Incongruency, berkembang ketika diri organismik dan diri yang dipahami tidak cocok, ketidakkongruenan antara konsep diri dan penghayatan organismik adalah sumber gangguan psikologis.semakin besar ketidakkongruenan antara diri yang kita pahami (konsep diri) dan penghayatan organismik kita, semakin rapuhlah diri kita.
c.        Pertahanan diri, ketika diri organismik dan diri yang dipahami tidak congruence, manusia akan menjadi defensive dan menggunakan distorsi untuk penyangkalan sebagai upaya untuk mereduksi ketidakkongruenan.
d.       Disorganisasi, ketika pertahanan diri gagal beroperasi dengan tepat, perilaku dapat terjadi tidak terorganisasikan. Sehingga menyebabkan seseorang menjadi rapuh.
Terakhir menurut Frankl, patologi dalam humanistik dideskripsikan dengan ciri-ciri :
a.       ”Frustasi eksistensial”.
Frustasi eksistensial muncul ketika dorongan untuk hidup bermakna mengalami hambatan. Gejala-gejala dalam frustasi eksistensial tidak mewujud secara nyata, karena pada umumnya bersifat laten dan terselubung (masked). Perilaku yang menandai frustasi eksistensial biasanya terungkap dalam berbagai usaha untuk memperoleh kompensasi besar melalui penyaluran hasrat untuk berkuasa (the will to power) atau bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure). Di Negara-negara barat hasrat untuk berkuasa dan bersenang-senang tercermin dalam perilaku yang obsesif untuk mengumpulkan uang (the will to money), untuk bekerja (the will to work), dan pelampiasan hasrat seksual (the will to sex).
Frustasi eksistensial sering ditemukan dalam gejala neurosis. Untuk neurosis jenis ini, logoterapi menandainya dengan istilah “neurosis noogenik” yang berbeda dengan neurosis “psikogenik”. Neurosis noogenik memiliki akarnya tidak dalam dimensi psikologis, tetapi lebih pada dimensi “noological” (dari bahasa Yunani “noos” yang berarti pikiran atau spirit) dari eksistensi manusia. Ini adalah istilah dalam Logoterapi yang merujuk pada sesuatu yang berkaitan dengan sisi spiritual manusia. Namun hendaknya diingat, dalam frame rujukan Logoterapi istilah “spiritual” tidak memiliki konotasi utama pada agama, namun kembali secara khusus pada eksistensi manusia.
b.      “Kehampaan eksistensial”.
Kehampaan eksistensil muncul dalam perilaku yang menunjukkan perasaan serba hampa, gersang, dan kebosanan yang berlebihan. Menurut Frankl, faktor-faktor yang menyebabkan meluasnya kehampaan eksistensial adalah dianutnya ideologi-edeologi tentang manusia yang bercorak reduksionistik, pan-determinisme, serta teori-teori homeostatis. Wawasan-wawasan tersebut menganggap eksistensi manusia sebagai sistem yang tertutup, atau memandang manusia dari sudut pandang kemanusiaan yang sub-human, dan dengan demikian mengembangkan berbagai model manusia yang berpola “rat-model”, “machine model”, “computer model”, dan sebagainya. Wawasan-wawasan ini mengingkari karaktersitik khas manusia seperti: kemampuan mentransendensikan diri, kemampuan mengambil jarak dengan lingkungan dan diri sendiri, kebebasan berkehendak, rasa tannggung jawab, dan spiritualitas.
c.        “Neurosis noogenik”.
Neurosis noogenik tidak muncul dari arahan konflik antara Id-Ego-Superego, konflik instingtif, trauma psikis, dan berbagai kompleks psikis lainnya, akan tetapi muncul dari problematika spiritual. Neurosis noogenik tidak mengakar pada dimensi psikis manusia, melainkan bersumber pada dimensi spiritual, sehingga dengan demikian neurosis ini tidak bersifat psikogen, tetapi spiritual/ noogenik. Frustasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang menyebabkan terjadinya neurosis jenis ini.
D.    Intervensi/ Terapi
Terapi dalam humanistik ini menurut Maslow lebih menekankan ke pengalaman pribadinya klien. Dalam hal ini, Maslow mengembangkan terapi interpersonal. Menurut Maslow kepuasan kebutuhan dasar hanya dapat terjadi melalui hubungan interpersonal, karena itu terapi harus bersifat interpersonal. Suasana terapi harus melibatkan perasaan saling berterus terang //jujur, saling percaya dan tidak defense. Suasanan itu juga mengijinkan klien mengeluarkan ekspresi kekanak-kanakan dan memalukan. Dalam suasanan yang demokratis terapis harus memberikan klien penghargaan, cinta dan perasaan bahwa klien itu berada dalam alur perkembangan yang benar. Klien secara umum didorong untuk menampilkan nilai-nilai yang berhubungan dengan perkembangan positif, berani membuka diri, belajar memahami lebih lanjut mengenai kompleksitas kehidupan manusia.
Sedang menurut Terapi humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subyektif dan disadari, terapi humanistik ini juga berfokus pada apa yang dialami klien saat ini, di sini dan sekarang dari pada masa lalu. Bentuk utama dari terapi humanistic ini adalah terapi terpusat pada individu  (person centered therapy), disebut juga terapi terpusat pada klien (client centered therapy).
Rogers (1951) percaya bahwa orang-orang memiliki kecenderungan motivasional alami kearah pertumbuhan , pemenuhan dan kesehatan. Dalam pandangan Rogers, gangguan psikologis berkembang sebagian besar akibat hambatan yang ditempatkan oleh orang lain dalam perjalanan kearah  self-actualization. Dengan perjalanan waktu, kita dapat mengembangkan self-concept terdistorsi yang konsisten dengan pandangan orang lain terhadap kita, tetapi bukan yang dibuat atau didesain oleh diri sendiri dan sebagai hasilnya kita dapat menjadi kurang mampu menyesuaikan diri, tidak bahagia, dan bingung tentang siapakah dan apakah kita ini. Orang-orang yang penyesuaian dirinya baik yang melakukan pilihan dan bertindak secara konsisten dengan nilai-nilai dan kebutuhan pribadi mereka. Terapi terpusat individu menciptakan kondisi hangat dan penerimaan dalam hubungan terapeutik yang membantu klien untuk  menjadi lebih sadar dan menerima diri mereka sendiri.
Terapi terpusat individu bersifat tidak mengarahkan. Klien bukan terapis yang memimpin dan mengarahkan jalannya terapi. Terapis menggunakan refleksi, pengulangan atau perumusan kembali dari perasaan-perasaan yang diekspresikan klien tanpa menginterpretasikan atau memberikan penilaian. Cara ini mendorong klien untuk mengeksplorasi lebih jauh perasaannya dan hubungannya dengan perasaan yaqng lebih dalam dan bagian dari diri yang tidak diakui karena kritikan sosial.
Client centered ini berguna untuk merefleksikan kepercayaannya bahwa setiap orang pada dasarnya baik dan bahwa potensi pengembangan diri terletak di dalam diri individu tersebutdan bukan pada terapis ataupun metode terapi. Terapi ini harus berfokus pada kebutuhan klien, bukan pada sudut pandang klinisi. Rogers merekomendasikan para terapis untuk melakukan treatment terhadap klien dengan penerimaan positif tidak bersyarat (unconditional positif regard). Metode ini melibatkan penerimaan penuh terhadap apa yang dikatakan, dilakukan dan dirasakan oleh klien. (Richard, 2010)
Terakhir, Jenis terapi yang digunakan oleh VicTor Frankl adalah Logotherapy, yaitu terapi melalui makna. Dimana tujuan dari terapi ini adalah menantang manusia untuk menemukan makna dan tujuan hidup melalui penderitaan, pekerjaan dan cinta.
Menurut Frankl (2004) logoterapi berasal dari kata logos berasal dari bahasa Yunani yang berarti makna. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien menyadari secara tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau kepada siapa dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui  atau berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas hidupnya bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya sendiri.
Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi; fisik, psikis, spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan, kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan pada agama, dan pada gilirannya agama tidak diajak bicara untuk urusan fisik dan psikilogis. Kedokteran, termasuk psikologi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan (Jalaluddin Rahmat, 2004).
Menurut Frankl (dalam Trimardhany, 2003) logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
a.         Kebebasan berkehendak ( Freedom of Will )
Dalam pandangan Logoterapi manusia adalah maKhluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan di sini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap ( freedom to take a stand ) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak ( to detach ) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri ( self detachment ). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “ the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
b.        Kehendak Hidup Bermakna ( The Will to Meaning )
Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda denga psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi ( Koeswara, 1992 ) bahwa kesenangan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik ( to pull ) dan menawari  ( to offer ) bukannya mendorong ( to push ). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan  berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
c.         Makna Hidup ( The Meaning Of  Life )
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar  dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang ( Bastaman, 1996 ). Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa  berbeda  antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya ( Frankl, 2004).
Dalam hal ini, logoterapi ada tiga cara, yaitu:
1)         Dengan memberi kepada dunia lewat suatu ciptaan / karya.
2)         Dengan mengambil sesuatu dari dunia melalui pengalaman
3)        Dengan sikap yang diambil manusia dalam menyikapi penderitaan

BAB III
KESIMPULAN
                                                                                    
            Aliran humanistik dalam memahami perilaku abnormal berfokus pada pengalaman yang disadari. Para tokoh humanistik membawa konsep-konsep berupa pilihan bebas, kebaikan yang sifatnya bawaan mereka dalam diri, dan tanggungjawab. Saat memahami perilaku abnormal, dalam pandangan humanistik perlu untuk memahami penghambat yang dihadapi orang dalam mencapai self-actualization. Untuk mencapai hal ini terapi yang dilakukan adalah dengan memandang dunia dari perspektif klien karena pandangan subjektif klien.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol.2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: UI Press
Feist, J.G.2008.Theories Of Personality.Yogyakarta : Pustaka Pelajar 
Halgin, Richard P. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.
Kartini Kartono. 2000. Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju
Nelson Richard-Jones. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nevid, Jeffrey S. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.

Kebohongan Ibu Seorang ibu dlm hidupnya membuat kebohongan.


Kebohongan Ibu Seorang ibu dlm hidupnya membuat kebohongan. 
  1. Saat makan, jika makanan kurang, Ia akan memberikan Makanan itu kpd anaknya dan berkata, "Cepatlah makan, ibu tdk lapar."
  2. Wkt makan, Ia selalu menyisihkan ikan dan daging  untuk anaknya dan berkata, "ibu tdk suka daging, makanlah, nak.."
  3. Tengah mlm saat dia sdg menjaga anaknya yg sakit, Ia berkata,"Istirahatlah nak, ibu msh blm ngantuk.."
  4. Saat anak sudah tamat sekolah, bekerja, mengirimkan uang untuk ibu. Ia berkata, "Simpanlah untuk keperluanmu nak, ibu masih punya uang."
  5. Saat anak sdh sukses, menjemput ibunya utk tinggal di rumah besar, Ia lantas berkata,"Rumah tua kita sangat nyaman, ibu tidak terbiasa tggl di sana."
Saat menjelang tua, ibu sakit keras, anaknya akan menangis, ttp ibu msh bsa tersenyum sambil berkata, "Jangan menangis, ibu tidak apa apa." Ini adalah kebohongan terakhir yg dibuat ibu.
Tidak peduli sebrp kaya kita,
seberapa dewasanya kita, ibu slalu
menganggap kita anak kecilnya,
mengkhawatirkan diri kita tp tdk
prnh membiarkan kita
mengkhawatirkan dirinya.
Smoga smua anak di dunia ini bs
menghargai setiap kebohongan
seorang ibu....karena beliaulah
malaikat nyata yg dikirim TUHAN
untuk menjaga kita dan menyayangi kita..buat yg msh pnya Ibu..

Sayangi ibumu dengan setulus hati , dan jangan kau sia2kan dia
 
© Copyright 2010 _Fahri kurniawan_
Theme by Fahri Kurniawan