TUGAS MINI
RISET
“RASA
AGAMA PADA ANAK-ANAK DAN REMAJA”
Disajikan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi
Agama
Dosen pengampu : Dra. HJ. Susilaningsih .MA
Disusun Oleh :
Fahri kurniawan
10710036
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
I.
PENDAHULUAN
Agama hadir
dalam penampakan yang bermacam-macam. Nabi Muhammad mendefinisikan adama
sebagai perilaku yang baik. Agama dapat dilihat dari berbagai sudut pandang,
antara lain sebagai inspirasi untuk kegiatan revolusioner, sebagai perjalanan
spiritual, untuk mencapai tingkat kesadaran yang tinggi, dan lain sebagainya
sesuai kondisi penganut agama tertentu beserta pandangan-pandangannya.
Rasa
agama merupakan suatu potensi yang telah ada pada masing-masing individu. Rasa
agama itu dipupuk dari masa kecil hingga mulai berfungsinya rasa itu pada akhir
masa anak-anak menuju masa remaja awal. Perkembangan pada usia remaja mengalami banyak gejolak yang pada
akhirnya menggoncangkan jiwa dan keyakinannya. Pertumbuhan secara fisik yang
begitu menonjol ternyata diikuti oleh perkembangan pemikiran yang membuat dalam
banyak hal remaja mengalami peningkatan cukup signifikan. Akan tetapi ada pula
yang mengalami penurunan grafik yang terjadi pada diri mereka, salah satunya
adalah rasa keber-agamaannya.
Penurunan rasa terhadap
keyakinan yang terjadi inilah yang kemudian menjadikan adanya keragu-raguan
terhadap ajaran agama. Tentunya juga karena di pengaruhi pula oleh pemikiran
pada usia remaja yang meningkat secara signifikan dibandingkan pada saat masih
anak-anak.
Pemikiran-pemikiran
kritis dan ilmiah yang tumbuh pada otak remaja, membuat remaja berusaha untuk
mencari kebebasan. Kebebasan berpikir, kebebasan memilih, kebebasan
berkeyakinan, dan juga kebebasan-kebebasan yang lain. Inti dari pencarian
kebebasan ini adalah untuk mencari jati diri dan usaha untuk menunjukkan
siapakah dirinya di depan orang lain.
Yang
amat disayangkan adalah metode pengajaran rasa keagamaan pada saat masih
anak-anak (dikeluarga ataupun sekolah) yang berkembang saat ini masih terkesan
mengabaikan pemikiran masa remaja ini, sehingga keyakinan terhadap rasa
beragama pada usia remaja sering dikritisi oleh mereka. Yang pada akhirnya
menimbulkan keraguan beragama pada diri mereka.
Banyak yang mengaku
beragama, akan tetapi pengakuan tersebut tidak pernah dilaksanakan dengan
menjalankan ajaran agama yang diakuinya tersebut. Padahal jika dilperhatikan
mereka yang tidak melaksanakan ajaran agama tersebut, pada masa anak-anaknya,
mereka adalah anak yang rajin ke gereja ataupun masjid ataupun tempat-tempat
ibadah yang lain. Ini disebabkan karena adanya keraguan
beragama pada diri remaja.
II.
TEORI
1.
PERKEMBANGAN
RASA AGAMA
A.
Perkembangan
Rasa Agama Usia Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak
melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development Of Religion
On Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak
itu melalui tiga tingktan, yaitu;
Tingkatan ini dimuali pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada
tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan
emosi. Pada tingkatan anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa kini masih banyak dipengaruhi
kehidupan fantasi yang diliputi oleh dongeng-dongeng.
Tingkat ini sejak anak masuk Sekolah Dasar (SD) hingga ke
usia adolensen. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan
konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada
masa ini ide keagamaan anak dapat didasarkan atas dorongan emosional, hingga
mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu, maka
pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga yang mereka lihat
dikelola oleh orang dewasa dalam ligkungan mereka.
Pada tingkat ini anak mempunyai kepekaan emosi yang paling
tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka, konsep keagamaan yang
individualis ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu;
a.
Konsep ke-Tuhanan yang konvensional
dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal terserbut
disebabkan oleh pengaruh luar.
b.
Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni
yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (peroranngan).
c.
Konsep ke-Tuhanan yang bersifat
humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati
ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor interen,
yaitu perkembangan usia dan faktor eksteren berupa pengaruh luar yang
dialaminya.
B.
Perkembangan
Rasa Agama Usia Remaja
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja
turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap
ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan
dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.
Starbuck adalah:
1.
Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama
yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama
mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan
norma-norma kehidupan lainnya.
2.
Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang
pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk
menghayati berkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius
akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula.
Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran
agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa
kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja
lebih terperosok ke arah tindakan seksual yang negative
3.
Pertimbangan social
Corak keagamaan para remaja juga
ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mareka
timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung
menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan
akan materi, maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4.
Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteks. Tipe moral
yang juga terlihat pada remaja juga mencakupi:
a.
Self-directive,
taat terhadap agama atau moral
berdasarkan pertimbangan pribadi.
b.
Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
c.
Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
5.
Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap
masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari
kebiasaaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar
kecil minatnya).
2.
RELIGIOUS DOUBT
Keraguan
dalam rasa agama (religious doubt) itu tidak muncul dengan begitu saja namun
muncul dari beberapa faktor. Dan faktor yang menyebabkannya yaitu:
a.
Kemampuan kognisi remaja untuk berfikir
secara abstrak dan maknawi.
b.
Religious storage
c.
Dogmatic teaching
d.
Religious teaching
e.
Perbedaan agama
f.
Mempertetangkan ilmu dan agama
g.
Imorrality
h. Individual
different
Sedangkan
cara-cara yang perlu ditempuh untuk keluar dari keragu-raguan dalam agama itu
adalah:
a.
Rasionalisasi konsep dan sikap di dalam beragama.
b.
Penolakan konsep-konsep agama yang telah
tertanam.
c. Penyesuaian
konsep agama pada masa anak-anak dengan situasi dan kondisi yang baru.
Adapun
dampak yang bisa ditimbulkan dari religious doubt itu sendiri dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a.
Berpandangan skeptis terhadap bentuk-bentuk
keagamaan.
b.
Meninggalkan tugas-tugas keagamaan.
c.
Konfrontasi pengetahuan dan agama
d. Religious
conversion( perubahan sikap keagamaan yang begitu mencolok).
3.
RELIGIOUS CONVERSION
Konversi
agama menurut etimologi, konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti :
tobat, pindah, dan berubah (agama). Dan dalam bahasa Inggris disebut Conversion
yang mengandung arti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama
lain (Change From One State, or From One Religion, to Another). Maka dapat
disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian : bertobat, berubah
agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama
(menjadi paderi).
FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KONVERSI AGAMA
William
James mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya konversi
agama antara lain :
a.
Konversi
agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan
seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide
yang bersemi secara mantap.
b.
Konversi
agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa
suatu proses).
c.
Konversi
agama dapat terjadi oleh 2 faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor Intern
• Kepribadian
W. James
menemukan bahwa, tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih
mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya.
• Pembawaan
Menurut
penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam kecendrungan urutan kelahiran
mempengaruhi konversi agama, ini dapat dilihat urutan kelahiran. Anak sulung
dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak
yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stres jiwa.
Kondisi tersebut juga bisa mempengaruhi terjadinya konversi agama.
2. Faktor
Ekstern
• Keluarga
Terjadinya
ketidakserasian, keretakan keluarga, berlainan agama, kesepian, kesulitan
seksual, tidak harmonisnya keluarga serta kurang mendapatkan pengakuan kaum
kerabat kondisi tersebut bisa saja menyebabkan seseorang mengalami tekanan
batin sehingga terjadi konversi agama dalam usahanya untuk mencari hal-hal baru
dalam rangka meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya.
• Lingkungan
Seseorang yang tinggal di suatu tempat dan merasa
tersingkir dari kehidupan di suatu tempat dan merasa hidup sebatang kara. Pada
saat ini dia mendambakan ketenangan batin dan tempat untuk bergantung agar
kegelisahan batinnya bisa hilang.
• Perubahan Status
Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang dapat menyebabkan terjadinya konversi agama.
Apalagi perubahan itu terjadi secara mendadak. Seperti perceraian atau kawin
dengan orang yang berlainan agama.
• Kemiskinan
Masyarakat
yang awam cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang
lebih baik.
III.
KASUS
Melihat
Dalam mini riset ini Kasus yang saya ambil adalah dari pengalaman keagamaan saya sendiri dimana pengalaman keagamaan saat saya kecil dimana waktu masih kecil saya cukup
beruntungan karena saya lahir dari keluarga yang paham tentang agama yang saya
anut sampai saat ini. Dari kecil saya sudah di tanamkan
tentang berbagai macam agama oleh orang tua saya.
Karena di sisi lain rumah saya juga di jadikan tempat untuk mengaji bersama
sehingga secara langsung banyak hal-hal tentang agama yang saya dapat. Mulai
dari membaca al-quran, hafalan surat pendek, tata cara sholat dan berwudhu dan
banyak hal yang saya dapat. Selain itu orang tua juga membekali saya dengan
pengetahuan keagamaan yang membantu saya untuk menjalani
hidup ini. Bahwa hidup itu adalah dari tuhan dan ketika akhir nanti
kita kembali kepada tuhan. Ketika merawat saya sejak kecil
kedua orang tua saya sangat sabar dalam mendidik saya beliau tidak pernah
mengeluh dengan tingkah saya dan kelakuan saya, beliau sangat sabar dalam
mendidik dan membesarkan saya. Dan hal itu yang membuat saya sangat patuh dengan orang
tua. Karena banyak hal yang saya
dapatkan, mereka juga mengajarkan saya tentang sopan santun dan menghagai agami
lain. Itu yang membuat saya patuh kepada orang tua saya dan selalu berada di
dekat mereka, saya tidak peduli dengan pendapat orang yang mengatakan “anak
mami” tapi dari merekalah saya menegrti tentang ajaran hidup ini dan kemana
saya harus mengadu ketika menghadapi cobaan hidup yang cukup berat. Cara mendidik
orang tua tidak hanya sampai di situ, agar pemahaman
keagamaan yang saya dalami mendapat hasil yang lebih
baik. Semenjak masih duduk dibangku taman kanak-kanak orangtua sudah menyurh saya untuk mengaji di mushola NURUL IKHLAS di Desa
Bulu Trimulyo Jetis Bantul, karena selain di rumah saya juga mendapat ilmu
tentang keagamaan saya dari Mushola NURUL IKHLAS dan banyak hal yang saya dapat
dari situ. Mulai dari mengaji Iqro, Juz-ama dan Al-Quran selain itu di sela sela
mengaji saya juga mendapat materi mengaji yang kala itu di sebut pesholatan di
mana dalam mengaji itu saya di ajarkan bagaimana car wudhu, sholat, bacaan apa
saja yang harus di baca, bacaan surat surat pendek, dan cara bersholawat.
Hal diataslah yang membuat saya lebih bersemangat untuk menuntut ilmu yang lebih banyak
lagi, dan secara tidak langsung membuat saya rajin untuk berangkat mengaji.
Bahkan hampir setiap kali ada jadwal mengaji saya selalu berangkat. Bahkan karena semangatnya mehaji di mulai habis maghrib
pukul 5 sore saya sudah berangkat. Sampai saat ini saya masih heran
kenapa waktu kecil saya bisa se-semangat itu untuk menuntuk ilmu agama.
Setelah lulus
SD saya tetap bersemangat untuk mengaji
saya juga aktif di SMP dalam kegiatan keagamaan seperti ekstra membaca Al-Quran
atau bis adi sebut juga Qiroah dan juga kegiatan yang berbau agama. Dan selain
itu di rumah juga saya masih sempat ikut mengaji di rumah bersama tema teman
sebaya saya dan itu juga sampai saya kelas 3 SMP dan selama itu saya aktiv
dalam mengaji dan ketika bulan ramadhan tiba saya selalu ke mushola NURUL
IKHLAS untuk mengikut TADARUS Al-Quran bahkat sesekali saya sampai malam ketika
Bertadarus bersama teman teman sebaya saya dan karena takut pulang maka kami
pun bermalam di masjid. Dan ketika menjelang sahur kami berkeliling untuk
membangunkan orang orang untuk sahur sebelum berpuasa.
Saya juga ingat bagaimana orang tua
memarahi saya ketika saya tidak mengaji dan hanya bermain, maka saya akan di
cari dan di marahi di rumah, dahulu saya sempat merasa jengkel dengan itu, tapi
kini saya merasakan hasil dari didikan kedua orang tua saya, dan saya merasa
bersalah kenapa saat itu tidak menurut dengan perintah kedua orang tua saya.
Dan semenjak lulus dari SMP dan masuk ke
SMA atau ke dunia remaja. Saya mulai
sedikit meninggalkan kegitana saya waktu masih kecil itu. Selain
banyak asik main dengan saya dan juga terkadang lupa untuk beribadah karena
keasikan bermain. Masa remaja adalah masa dimana saya mulai mencari didi saya
yang sebenarnya, sehingga pada waktu itu hanya hala-hal yang menyenangkan saja
yang saya lakukan, untuk beribadah saja saya jadi malas malasan, seperti tidak
sholat subuh dan hanya sholad dhur itu juga berjamaah di moshola sekolah
setelah itu melalaikan sholat ashar tetapi maghrib dan isya mengejakan sholat
karena berjamaah di mushola. Terkadang mengaji saja saya mulai angin-anginan.
Sempat saya juga berfikir dan perasaan itu selalu mencul di dalam benak saya, rasanya sesekali, tidak melakukan
sesuatu hal yang melanggar perintah agama misalnya saja melakukan perbuatan
yang sangat buruk dan pernah juga meninggalakan shalat. Itu sempat terjadi selama 2 tahun, dan memasuki kelas 3 SMA
saya mulai berbenah karena mersa takut selain itu juga akan menghadapi UAN. Dan
saya merasa heran sampai saat ini. Apakah semua remaja akan mengalami sama
seperti apa yang saya rasakan.
Namun berkat
penanaman agama yang telah begitu kuat dari orang tua dan bimbingan dari
guru-guru Mengaji saya di MUSHOLA NURUL IKHLAS serta saya
sendiri juga berusaha keras menghilangkan pikiran-pikiran yang seakan-akan
sangat bertolak belakang dengan apa yang telah tertanam di dalam hati. Di tambah lagi saat ini saya belajar di Sekolah yang cukup
kuat dalam memahami agama. Dan pada akhirnya usaha-usaha yang telah saya lakukan
lambat laun mulai menunjukkan hasil yang nyata. Justru setelah terjadi konflik
itu dapat membuat hati saya semakin yakin dengan kepercayaan yang selama ini ku
yakini. Dan saya akan berusah untuk selalu
menanamkan dalam diri saya tentang rasa agama yang harus saya anut sebagai
jalan menuju hidup saya.
IV.
ANALISA
Dari analisis kasus tentang rasa agama. Dimana rasa agama akan mulai bekerja jika seseorang telah memasuki masa
remaja, namun jika hal itu dibarengi dengan usaha orang tua untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan itu sejak dini. Maka menurut Ernest Harms perkembangan agama anak-anak melalui beberapa
fase (tingkatan),
ia mengatakan bahwa perkembangan
agama pada anak-anak itu melalui tiga tingktan, yaitu;
1.
The
Fairy Tale Stage (tingkat dongeng) Tingkatan
ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep
mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Sehingga anak
dalam memahami agama masih berupa konsep fantastik yang diliputi oleh
dongeng-dongeng. Itu juga mengingatkan saya dimana sewaktu kecil saya sering di
ceritakan mengenai kisah kisah nabi yang membuat saya mulai memahamai tentang
agama, ini membuktikan pada masa ini fantasi atau dongenglah yang cukup
berpengaruh dalam memberikan pemahaman mengenai agama kepada anak-anak.
2.
The
Realistic Stage (tingkat kenyataan) Pada tingkat ini sejak anak masuk Sekolah Dasar (SD) hingga ke
usia adolensen. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan
konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Ini
terjadi juga bagaimana anak-anak SD sudah mulai rajin mengikuti kegiatan TPA
dan Mengaji di Majid dan Mushola dengan melihat orang yang lebih dewasa yang
mereka contoh yaitu guru mengaji mereka, dan ketika mereka sudah yakin atau suka
dengan Guru atau contoh mereka maka anak-anak itu akan semakin giat dalam
mengikuti kegiatan keagamaan.
3.
The
Individual Stage (tingkat individu) Pada
tingkat ini anak mempunyai kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan
perkembangan usia mereka, konsep keagamaan yang individualis ini terbagi
menjadi tiga golongan, yaitu; ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif,
yaitu keyakina yang di akibatkan fantasi atau dongen waktu mereka kecil,
ke-Tuhanan yang lebih murni yaitu lebih bersifat kepada anak itu sendiri
bagaimana anak itu memahami agama yang dia antu melalui pemahaman anak itu
sendiri, dan yang terakhir adalah ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Ini
merupakan pemahaman yang dimiliki anak sejak usia dini dimana anak ini memahami
agam secara lebih mendalam dan mengakibatkan anak ini memaham agama secara
luas.
Ketiga hal itu tidak akan terjadi jika penanaman dan
pendidikan tentang rasa agama dilakukan semenjak dini. Dengan di ajarkanya pemahaman tentang agama itu sejak dini maka akan
menghasilkan suatu rasa keagamaan yang begitu kuat. Dan hal itu yang saya alami
sendiri denga mengamati kondisi lingkungan sekitar.
Pada Usia remaja perkembangan rasa
agama anak akan mulai berbeda Dalam pembagian tahap perkembangan manusia,
maka masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai
masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja
turut dipengaruhi perkembangan itu. Dalam hal ini Keraguan dalam rasa agama atau yang lebih di sebut dengan (religious
doubt) akan menjadi pemahaman
pemikiran yang sangat mendalam pada masa remaja ini. Keraguan dalam rasa agama
ini
tidak muncul dengan begitu saja ada beberapa faktor yang cukup mempengaruhi dan
faktor yang menyebabkannya yaitu:
a.
Kemampuan kognisi remaja untuk berfikir
secara abstrak dan maknawi.
b.
Religious storage
c.
Dogmatic teaching
d.
Religious teaching
e.
Perbedaan agama
f.
Mempertetangkan ilmu dan agama
g.
Imorrality
h. Individual
different
Maka dari kasus yang saya amati di
atas sama seperti yang saya alami dimana saya didalam hati saya
mulai muncul
suatu perasaan ragu-ragu tentang keyakinan yang dianut. Itu saya rasakan saat saya mulai memasuki masa SMA dimana
pelajaran yang saya terimas secara tidak begitu saya pahami masuk dalam pikiran
saya dan mulai saat itu saya berfikir lebih nyata atau rasional. Salah satu yang membuat saya berfikir
nyata ketika saya menerima pelajaran biologi dimana Darwin
menerbitkan The Origin of Species
pada 1859. buku ini katanya sempat mengguncang
dunia ilmiah dan agama. Kehidupan tidak berkembang seperti yang di ceritakan waktu saya kecil. Dalam
pelajaran itu manusia
bukan lagi keturunan nabi Adam dan siti hawa yang di
tempatkan di surga. Ia di turunkan dari langit. Ia turunan dari monyet. Dan mulai saat itu cara dan pola fikir saya berbeda. Selain itu hal
tersebut juga mengakibatkan beberapa hal seperti Berpandangan
skeptis terhadap bentuk-bentuk keagamaan,
Meninggalkan
tugas-tugas keagamaan, Konfrontasi pengetahuan dan
agama, Religious conversion(
perubahan sikap keagamaan yang begitu mencolok). Itu yang saya alami sendiri dimana waktu mulai memasuki kelas satu
dan dua saya mulai meninggalkan kegiatan keberagamaan saya seperti
menginggalkan sholat, karena keasikan dalam bermain dan menemukan hal yang
lebih menarik saya mulai menganggap hal-hal yang berbau keagamaan itu tidak
mengasikan dan mengakibatkan perubahan yang sangat tinggi dimana sewaktu kecil
rajib beribadah dan ketika memasuki remaja mulai menggalkanya.
Namun itu semua dapat saya lewati
dengan baik, saya mulai berfikir lebih baik lagi, mengingat kebali apa yang
saya dapat sewaktu kecil dimana ketika kita mendapat masalah maka jalan untuk
kembali adalah ke pada uhan memohon dam memintalah petunjuk kepadanya. Saya
mulai memikirkan kemabai bahwa masa ini sudah berbeda masalah yang saya hadapi
pada saat remaja harus di selesaikan dengan penyelesaian yang sesuai dengan
usia saya, dan itu tidak akan dapat selesai jika di selesaikan dengan pemecahan
masalah ketika saya masih kecil.
Dan mulai saat itu saya lebih sering
mendekatkan diri kepada tuhan, agar segala yang saya hadapi di kemudian hari
lebih bisa saya hadapi dengan baik, apalagi dengan kegiatan belajar saya saat
ini yang lebih mendukung dengan mengutamakan setudi isalam dalam pengembangan
psikologis manusia membuat saya lebih banyak belajar apa saja hal-hal yang
belum saya pahami dalam hidup yang saya jalani ini.
V.
KESIMPULAN
Dari
kasus yang saya teliti ini maka saya akan mencoba menyimpulkan. Dimana dalam
penanaman rasa agama ini perlunya pembimbingan dari orang tua yang lebih dimana
dimulai dari sejak dini, agar kelak anak dapat memahami setiap permasalahan
yang dia hadapi harus di selesaikan sesuai dengan usianya. Maka di sini peran keluarga merupakan hal yang begitu penting karena pada masa ini adalah untuk pertama kalinya
seseorang mendapat penanaman dasar-dasar nilai keagamaan.
Selain
keluarga, lingkungan dan sekolah sangat berpengaruh, lingkungan yang baik akan
dapat membimbing anak lebih baik dalam mendasari rasa beragama yang dia
pelajari, sehingga dalam perjalanannya menuju kedewasaan anak memiliki banyak
bekal untuk dia jadikan sebagai landasan diri.
Masa
remaja merupakan masa yang sangat rentan dengan keraguan dalam beragama, masa
ini sangat banyak terjadi gejolak dalam diri remaja selain sedang dalam proses
mencari jati diri, remaja masa ini juga sangat mudah terpengaruh teman dan
lingkungan. Untuk itu bimbingan orang tua harus ekstra karena dengan bimbingan
ini, nanti anak yang tekun atau anak yang malas bisa terlihat ketika memecahkan
masalah dewasa kelak.
Daftar
Pustaka
Jalaluddin Rakhmat. 2003. Psikologi agama. Sebuah Pengantar. Bandung. PT
Mizan Pustaka
|
|
0 komentar:
Posting Komentar