I.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Berikut
ini adalah permasalahan belajar peserta didik agar dapat memberikan gambaran
tentang perbedaan pada permasalahan belajar
menurut Warkitri, dkk. (dalam Sugihartono, dkk., 2007) meliputi:
1.
Kekacauan belajar (Learning Disorder) yaitu suatu keadaan dimana proses belajar anak
terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. Anak yang mengalami
kekacauan belajar potensi dasarnya tidak di ragukan, akan tetapi belajar anak
terhambat oleh adanya reaksi-reaksi belajar yang bertentangan, sehingga anak
tidak dapat mengusai bahan yang di pelajari dengan baik. Jadi dalam belajar
anak mengalami kebingungan untuk memahami bahan belajar.
2.
Ketidakmampuan belajar (Learning Disabiliti) yaitu suatu gejala anak tidak mampu belajar
atau selalu menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab sehingga hasil
belajar yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya
3.
Learning
Disfunctions yaitu kesulitan belajar yang mengacu pada
gejala proses belajar yang tidak dapat berfungsi dengan baik, walaupun anak
tidak menunjukan adanya subnormal mental, gangguan alat indera ataupun gangguan
psikologis yang lain. misalnya anak sudah belajar degan tekun tetapi tidak
mampu menguasai bahan belajar dengan baik.
4.
Under
Achiever, adalah suatu kesulitan belajar yang terjadi
pada anak yang memiliki potensi intelektual tergolong di atas normal tetapi
prestasi belajar yang dicapai tergolong rendah. Dalam hal ini prestasi belajar
yang dicapai anak tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki.
5.
Lambat belajar (Slow Learner) adalah kesulitan belajar yang di sebabkan anak sangat
lambat dalam proses belajarnya, sehingga setiap melakukan kegiatan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan anak lain yang memiliki tingkat
potensi intelektual yang sama.
Jadi
salah satu permasalahan belajar adalah kesulitan belajar (learning disability). Menurut Hallahan, Kauman, & Lloyd (1985)
kesulitan belajar (learning disabilty)
adalah gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang
mencangkup pemahaman dan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara,
menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencangkup kondisi seperti
gangguan perseptual, luka pada otak, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut
tidak hanya mencakup anak-anak yang mengalami problem belajar yang penyebab
utamanya berasal dari hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik,
hambatan karena tunagrahita, gangguan emosional, atau karena kemiskinan
lingkungan, budaya, atau ekonomi (Abdurrahman, 2003).
Kesulitan
belajar sering kali mencangkup kondisi yang bisa jadi berupa adanya masalah
dalam mendengar, berkonsentrasi, berbicara, membaca, menulis, menalar,
berhitung, atau problem interaksi sosial. Jadi, anak yang memiliki masalah
gangguan belajar boleh jadi memiliki profil yang berbeda-beda (Henly, Ramsey,
& Algozzine, 1999). Gangguan belajar mungkin berhubungan dengan kondisi
medis seperti fetal alkohol syndrome
(American Psychiatric Association, 1994). Gangguan belajar juga terjadi bersama
dengan lainya, seperti gangguan komunikasi dan gangguan emosional (Poloway
dkk., 1997).
Kendati
tingkat gangguan belajar itu bervariasi, dampak dari masalah kesulitan belajar
ini terlihat jelas dan menetap (Bender. 1998; Raymond, 2000; Wong &
Donahue, 2002). Kebanyakan problem ketidak mampuan belajar ini bertahan lama
bahkan seumur hidup. Anak yang mengalami gangguan belajar yang diajar di kelas
reguler tanpa dukungan ekstensif jarang yang mencapai level kompetensi yang
setara dengan anak yang tidak punya masalah gangguan belajar (Hocutt, 1996).
Akan tetapi walapun mereka memiliki program ini, banyak anak yang menderita
gangguan belajar tumbuh dan menjalani hidup normal dan melakukan pekerjaan yang
produktif (Pueschel, dkk., 1995).
Jadi
dapat disimpulkan kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar
mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan
belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai
manivestasi tingkahlaku, baik secara langsung maupun tidak langsung.
B.
ASPEK
Aspek psikologi dari kesulitan belajar
(Abdurrahman, 2003) meliputi:
1. Aspek
perkembangan
Kesulitan belajar disebabkan oleh faktor
kematangan. Mempercepat atau memperlambat proses perkembangan dapat menimbulkan
masalah belajar. Aspek perkembangan meliputi:
a. Kelambatan
kematangan
Kesulitan belajar dapat dipandang
sebagai kelambatan kematangan fungsi neurologis tertentu. Tiap individu
memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik fungsi motorik, kognitif,
maupun afektif. Konsep keterlambatan kematangan keterampilan pada suatu bahwa
banyak kesulitan belajar tercipta karena anak didorong atau dipaksa oleh
lingkungan sosial untuk mencapai kinerja akademik sebelum mereka siap untuk
itu.
b. Tahapan-tahapan
perkembangan
Tahapan-tahapan perkembangan yang paling
erat kaitannya dengan kesulitan belajar di sekolah adalah tahapan-tahapan
perkembangan kognitif. Pengertian kognisi mencangkup aspek-aspek struktur
intelektual yang digunakan untuk mengetahui sesuatu yaitu fungsi mental yang
mencangkup persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah (Girgagunarsa,
1981). Perwujudan funsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalam
menggunakan bahasa dan matematika (Weinmen, 1981).
c. Implikasi
teori perkembangan bagi kesulitan belajar
Suatu implikasi penting dari pendekatan
perkembangan kematangan adalah bahwa sekolah hendaknya merancang pengalaman
belajar untuk mempertinggi kemantapan perkembangan alami. Jika sekolah membuat
tuntutan intelektual yang melebihi tahapan anak, kesulitan belajar mungkin
terjadi.anak harus pada tahap kesiapan (readiness)
sebelum keterampilan yang diinginkan dipelajari.
2. Aspek
behavioral
Pembelajaran yang bertolak pada teori
ini disebut pembelajaran langsung (direct
instruction), belajar tuntas (mastery
learning), pengajaran terarah (directed
teaching), analisi tugas (task
analysis), atau pengajaran keterampilan berurutan (sequential skills teaching). Jadi guru hendaknya lebih memusatkan
perhatian pad keterampilan-keterampilan akademik yang diperlukanoleh anak
daripada memusatkan pada kekurangan yang menghambat anak untuk belajar. Aspek
behavioral meliputi:
a. Analisis
perilaku dan pembelajaran langsung
Guru menganalisi tugas-tugas analisis
tuga-tugas akademik yang berkenaan dengan berbagai keterampilan yang mendasi
penyelesaian tugas-tugas tersebut. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan
kepada anak untuk menguasai berbagai subketerampilan yang belum dikuasai.
Pembelajaran ini disebut pembelajaran langsung (direct instruction).
b. Tahapan-tahapan
belajar
Guru perlu menyadari keberadaan anak dalam tahapan
belajar, meliputi:
1) Perolehan,
yaitu anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum secara penuh
memahaminya.
2) Kecakapan,
yaitu anak mulai memahami pengetahuan atau keterampilan tetapi masih memerlukan
banyak latihan.
3) Pemeliharaan,
yaitu anak dapat memelihara atau mempertahankan suatu kinerja taraf tinggi
setelah pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan.
4) Generalisasi,
yaitu anak telah memiliki dan menginternalisasi pengetahuan yang dipelajarinya
sehingga ia dapat menerapkannya dalam berbagai situasi.
c. Implikasi
bagi kesulitan belajar
1) Pembelajaran
langsung merupakan pembelajaran yang efektif
Guru perlu memahami cara melakukan
analisi tugas-tugas dari suatu tujuan pembelajaran dan menyusun tugas-tugas
tersebut secara berurutan.
2) Pendekatan
pembelajaran langsung dapat digabungkan dengan berbagai pendekatan lain
Jika guru memiliki pengetahuan tentang kekhasan gaya
belajar dan kesulitan belajar anak, pembelajaran langsung dapat menjadi lebih
efektif jika digabungkan dengan pendekatan yang digabungkan dengan pendekatan
yang didasarkan atas gaya belajar anak.
3) Tahapan
belajar anak harus dipertimbangkan
Guru tidak dapat mengharapkan anak
belajar secara sempurna pada awal anak diperkenalkan pada suatu bidang baru.
3. Aspek
kognitif
Psikologi kognitif berkenaan dengan
proses belajar, berpikir, dan mengetahui. Melalui kemampuan kognitif
memungkinkan manusia mengetahui, menyadari, mengerti, menggunakan abstraksi,
menalar, membahas, dan menjadi kreatif. Teori pemrosesan psikologi menganggap
bahwa tiap anak berbeda dalam kemampuan mental yang mendasari mereka memproses
dan menggunakan informasi, dan bahkan perbedaan tersebut mempengaruhi proses
belajar anak. Menurut Lerner (1988), ada
tiga rancangan pembelajaran, yaitu:
a. Melatih
proses yang kurang
Kegunaannya adalah membantu anak membangun dan
mengembangkan berbagai fungsi pemrosesan yang lemah melalui latihan.
b. Mengajar
melalui proses yang disukai
Pendekatan ini menggunakan modalitas kekuatan anak
sebagai dasar strategi pembelajaran.
c. Pendekatan
kombinasi
Pendekatan ini adalah kombinasi pendekatan sebelumnya.
Konsep tersebut memberikan penjelasan yang logis untuk memahami kesulitan
belajar tanpa menyalahkan anak yang tidak mau belajar.
C.
FAKTOR-FAKTOR
Menurut Slameto (2003), faktor-faktor
yang mempengaruhi kesulitan belajar ada dua (diunduh dari http://www.sarjanaku.com
/2011/08/pengertian-kesulitan-belajar.html), yaitu :
1. Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang
ada di dalam individu yang sedang belajar, yaitu faktor fisiologis dan faktor
psikologis.
a. Faktor fisiologis
Anak yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya
dengan anak yang dalam kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi akan mudah cepat
lelah, mudah mengantuk sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami kesulitan
dalam menerima pelajaran.
b. Faktor psikologis
Adapun yang termasuk faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
proses belajar antara lain adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan (Slameto, 1999)
1)
Perhatian
Menurut Al-Ghazali (dalam Slameto, 2003), perhatian adalah
keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu
benda atau hal (objek) atau sekumpulan obyek.
2)
Bakat
Menurut Hilgard (dalam Slameto, 2003), bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata lain,
bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian
kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Menurut Muhibbin (2003)
bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang.
3)
Minat
Menurut Jersild dan Taisch (dalam Nurkencana, 1996), minat adalah
menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat
besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca
akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi.
4)
Motivasi
Menurut Slameto (2003) motivasi erat sekali hubungannya dengan
tujuan yang akan dicapai dalam belajar. Dalam menentukan tujuan itu dapat
disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat,
sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai
daya penggerak atau pendorongnya.
2. Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang
ada di luar individu, meliputi:
a. Keluarga, yang meliputi cara orang mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan
latar belakang kebudayaan.
b. Sekolah, yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah.
c. Masyarakat, yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media
massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang
terdapat pada literatur dan hasil riset (Harwell, 2001)
(diunduh dari http://tarmidi.wordpress.com/2008/02/20/kesulitan-belajar-learning-dissability-dan-masalah-emosi/),yaitu:
1.
Faktor
keturunan/bawaan
2.
Gangguan
semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur
3.
Kondisi
janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama
masa kehamilan.
4.
Trauma
pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5.
Infeksi
telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar
biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
6.
Awal
masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik,
merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.
Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor
penyebab kesulitan belajar (diunduh dari http://tarmidi.wordpress.com
/2008/02/20/kesulitan-belajar-learning-dissability-dan-masalah-emosi/)
sebagai berikut:
1.
Faktor disfungsi otak
Temuan Harness,
Epstein, Dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa anak-anak dengan
kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja yang lebih baik
daripada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan dengan
otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak
kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang termasuk underachiever, memiliki disfungsi system syaraf pusat (dalam Kirk &
Ghallager, 1986).
2.
Faktor genetik
Hallgren
melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor herediter
menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja diantara
orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh hermann (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar identik dan
kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia pada kembar
identik lebih banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia menyimpulkan
bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah sesuatu yang
diturunkan.
3.
Faktor lingkungan dan malnutrisi
Kurangnya
stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan
merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya
kesulitan belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan (dalam Kirk &
Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara
malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan
mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta berkembang anak.
4.
Faktor biokimia
Pengaruh
penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi
kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman Dan Comfers (dalam Kirk
& Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat
mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan
kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan
hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia
lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil namun
ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan bahwa
memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan.
D.
KARAKTERISTIK KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar yang dialami peserta didik dapat berbagai macam gejala,
baik gejala kognitif, afektif maupun psikomotor. Blassic dan Jones (1976) mengemukakan
karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dapat ditunjukkan dalam
karakteristik behavioral, fisikal, bicara dan bahasa, serta kemampuan
intelektual dan prestasi belajar (Sugihartono, dkk., 2007).
Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata (1984) kesulitan belajar dapat
diketahui atas dasar:
1.
Grade level, yaitu apabila anak tidak
naik kelas sampai dua kali
2.
Age level, terjadi pada anak yang
umurnya tidak sesuai dengan kelasnya, dimana ketidaksesuaian ini bekan
disebabkan karena keterlambatan masuk sekolah.
3.
Intelligens level, terjadi pada anak yang mengalami under achiever.
4.
General level, terjadi pada anak yang
secara umum dapat mencapai prestasi sesuai dengan harapan, tetapi ada beberapa
mata pelajaran yang tidak dapat dicapai sesuai dengan kriteria atau sangat
rendah.
Lebih lanjut Sumadi Suryabrata menggambarkan ciri-ciri anak yang
mengalami kesulitan belajar menunjukkan adanya gangguan aktifitas motorik,
emosional, prestasi, persepsi, tidak dapat menangkap arti, membuat dan
menangkap simbol, perhatian, tidak dapat memperhatikan dan tidak dapat
mengalihkan perhatian, dan gangguan ingatan (Sugihartono, dkk., 2007).
Menurut Moh. Surya (dalam Sugihartono, dkk., 2007) ciri-ciri anak yang
mengalami kesulitan belajar meliputi:
1.
menunjukkan adanya hasil
belajar yang rendah
2.
hasil yang dicapai tidak
sesuai dengan usaha yang dilakukan
3.
lambat dalam melakukan
tugas-tugas kegiatan belajar
4.
menunjukkan perilaku yang
berkelainan
5.
menunjukkan gejala emosional
yang kurang wajar
E.
CARA
MENGATASI
Secara garis besar,
langkah-langkah untuk mengatasi
kesulitan belajar (http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-kesulitan-belajar.html), dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu :
- Pengumpulan data - untuk menemukan
sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi sehingga
perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut pengumpulan data.
- Pengolahan data - data yang telah
terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika
tidak diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus diolah dan
dikaji untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang
dialami oleh anak.
- Diagnosis, merupakan keputusan mengenai
hasil dari pengolahan data.
- Prognosis, merupakan aktivitas
penyusunan rencana/program yang diharapkan dapt membantu mengatasi masalah
kesulitan belajar anak didik.
- Perlakuan, yang merupakan pemberian
bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar)
sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut.
6. Evaluasi, dimaksudkan untuk mengetahui apakah perlakuan yang telah
diberikan berhasil dengan baik, artinya ada kemampuan atau bahkan gagal sama
sekali (Ahmadi & Widodo, 2000).
Meningkatkan kemampuan anak yang mengalami
masalah dalam belajar ini adalah tugas sulit dan umumnya membutuhkan intervensi
intensif agar mereka mampu memberikan hasil yang baik. Belum ada model program
yang terbukti evektif untuk semua anak yang memiliki masalah ketidak mampuan
beljar ini (Terman, dkk., 1996).
Pemberian layanan bimbingan belajar bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar lebih dikenal dengan pengajaran remedial. Remedial yaitu bentuk
pengajaran yang bersifat kuratif (penyembuhan) dan atau korektif (perbaikan). Jadi
pengajaran remedial merupakan bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk
menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi penghambat atau
yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan dalam belajar bagi peserta didik.
Pengajaran remedial bersifat
individual yang diberikan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar untuk
mencapai kesuksesan belajar secara optimal (Sugihartono, dkk., 2007).
Metode pengajaran
remedial meliputi:
1. Metode
pemberian tugas
2. Metode
diskusi
3. Metode
tanya-jawab
4. Metode
kerja kelompok
5. Metode
tutor sebaya
0 komentar:
Posting Komentar