A. Latar
Belakang
Garebeg
atau gerbeg berasal dari bahasa Jawa
yang bermakna “suara angin menderu”. Sedangkan kata hanggarebeg memiliki makna “mengiring raja, pembesar, atau
pengantin” (Soelarto, 1980: 27). Sedangkan kata Garebeg di Kraton Yogyakarta
mempunyai makna khusus yaitu upacara kerajaan yang diselenggarakan untuk
keselamatan Negara (wilujengannegari),
yaitu berupa keluarnya gunungan dari kraton untuk diperebutkan oleh para
pengunjung sebagai kucahdalem
(sedekah raja) untuk rakyatnya.
Upacara Grebeg di Yogyakarta dipercaya telah dilaksanakan
sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). Upacara
Garebeg yang dilaksanakan oleh Kraton Yogyakarta terdiri dari tiga macam yaitu,
Garebeg Mulud untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Garebeg
Syawal untuk merayakan hari raya Idul Fitri, dan Garebeg Besar untuk merayakan
hari raya Idul Adha.
Pelaksanaan Upacara Grebeg dianggap sebagai wujud atau
simbol kemurahan dan perlindungan raja terhadap kawulanya. Simbol itu
diwujudkan dengan perarakan gunungan yang dikawal kesatuan-kesatuan prajurit
kertaon yang disebut bregada. Gunungan yang diarak dari Pagelaran Keraton ini
merupakan simbolisasi dari kemurahan hati raja kepada kawulanya atau dalam
bahasa Jawa disebut juga sebagai simbol kekucah dalem. Dalam hal ini raja digambarkan
sebagai sosok yang mengayomi, mengayemi, dan mengenyangkan kawulanya. Pada
acara Grebeg kali ini gunungan dan ubarampenya diperebutkan di tiga tempat,
yakni halaman Kantor Gubernur DIY (kepatihan), halaman Pura Paku Alaman, dan
halaman Masjid Agung Kauman. Selain dianggap sebagai simbol keberkahan, Garebeg
yang diselenggarakan sejak dulu hingga sekarang ini juga tidak dapat dilepaskan
dengan masalah ekonomi dan bisnis pariwisata pemerintah Yogyakarta. Prosesi
grebeg dapat dijadikan salah satu bisnis pariwisata karena dengan Upacara
Garebeg tersebut diharapkan akan dapat mendatangkan banyak wisatawan, salah
satunya yang berkunjung ke acara
Sekaten. Dengan demikian, pemerintah kota akan memperoleh pemasukan (in come) dari acara tersebut.
B. Gerebeg
Garebeg
atau gerbeg berasal dari bahasa Jawa
yang bermakna “suara angin menderu”. Sedangkan kata hanggarebeg memiliki makna “mengiring raja, pembesar, atau
pengantin” (Soelarto, 1980: 27). Kata Garebeg di Kraton Yogyakarta mempunyai
makna khusus yaitu upacara kerajaan yang diselenggarakan untuk keselamatan
Negara (wilujengannegari), yaitu
berupa keluarnya gunungan dari kraton untuk diperebutkan oleh para pengunjung
sebagai kucahdalem (sedekah raja)
untuk rakyatnya.
C. Macam-macam
garebeg
1. Garebeg
pasa
Upacara Garebeg pasa diselenggarakan
pada setiap tanggal 1 Sawal/Syawwal, dan puncak acaranya setelah pelaksanaan
pelaksanaa Shalat Idhul Fitri. Garebeg pasa dimaksudkan untuk memperingati
Lailah al-Qadr (malam kemuliaan), yaitu malam diturunkannya Kitab Suci
Al-Qur’an yang pertama kali. Pada Garebeg ini, keraton mengeluarkna satu
gunungan saja, yaitu GununganKakung.
2. Garebeg
besar
Garebeg besar yang dirayakan pada setiap
tanggal 10 Besar/ Zu al-Hijjah, bertujuan untuk merayakan Idul Adha. Pada
Garebeg ini, keraton mengeluarkan lima jenis gunungan, yaitu Gunungan Kakung,
Gunungan Putri, Gunungan Dharat, Gunungan Pawuhan, dan Gunjungan Gepak.
3. Garebeg
mulud
Garebeg mulud dimaksudkan untuk memperingati hari
maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Mulud/ Rabi’ulAwwal.
Biasanya mereka menghidangkan nasi tumpeng, dan tujuannya adalah untuk memetik
hikmah (pelajaran) yang terdapat pada diri nabi Muhammad SAW., di antaranya
adalah sifat-sifat yang baik (al-akhlak al-karimah)
D. Urutan/Tata
Cara Ritual
Urutan/tata cara ritual dalam
penyelenggaraan Upacara Garebeg terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap
Persiapan
Dalam penyelenggaraan Upacara Garebeg
terdiri dari dua tahap yaitu persiapan fisik dan non fisik. Persiapan fisik
dalam bentuk benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan upacara, sedangkan non fisik berwujud sikap dan perbuatan yang
harus dilakukan pada waktu sebelum pelaksanaan upacara.
Adapun persiapan yang berwujud fisik,
yaitu berwujud benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan
dalampenyelenggaraan upacara. Benda-benda tersebut adalah:
a. Gunungan
beserta segala perlengkapannya
b. Benda-benda
upacara
c. Benda-benda
pusaka kraton
d. Perlengkapan
para prajurit
Sejak sebelum menjelang Upacara Garebeg,
para abdi dalem yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara
mempersiapkan diri, terutama mempersiapkan mental mereka untuk mengemban tugas
yang dianggap sakral tersebut. Untuk itu mereka harus menyucikan diri dengan
melakukan puasa dan siram jamas.
Perayaan Upacara Garebeg melibatkan seluruh warga kraton dan segenap aparat
kerajaan dari yang berpangkat tinggi sampai yang rendah.
2. Tahap
Pembuatan Gunungan
Sebelum acara pembuatan gunungan
dimulai, terlebih dahulu diadakan selamatan untuk memohon kepada Tuhan agar
semua tugas dapat terlaksana dengan baik dari awal sampai akhir. Selamatan
tersebut berupa nasi gurih, lengkap dengan lauk pauknya seperti daging ayam,
pecel, sambel goreng, dan bermacam-macam gorengan seperti rempeyek, kerupuk,
dan tempe goreng ditambah ketan, kolak, dan apem. Setelah diadakan selamatan,
baru pembuatan makanan untuk perlengkapan gunungan mulai dikerjakan.Untuk
upacara gerebeg yang membutuhkan gunungan putri (pada gerebeg mulud dan
gerebeg besar) sebelum membuat gunungan terlebih dahulu diadakan upacara “numpak
wajik”. “wajik” adalah sejenis kue dari bahan ketan yang akan digunakan
sebagai landasan dalam membuat ‘gunungan putri’.
E. Anatomi
gunungan
1. Gunungan
Kakung mirip dengan gunungan sesungguhnya, karena
bentuknya seperti kerucut, yang bagian bawahnya lebih besar daripada bagian
atasnya. Pada bagian puncak yang disebut mustoko (kepala) ditancapi kue
terbuat dari tepung beras yang disebut baderan.
2. Gunungan
Putri berbentuk menyerupai bokor. Bagian bawah memiliki
bangun yang lebih kecil daripada bagian tengah. Sedang bagian tengah ke puncak
memiliki bangun yang semakin mengecil, seperti gunung yang bagian puncaknya
tidak terlalu lancip
3. Gunungan
Dharat, Pawuhan, dan Gepak. Uraian ketiga gunungan
dijadikan satu karena isi dan hiasan ketiga gunungan tersebut tidak sebanyak
gunungan Kakung dan Gunungan Putri. Gunungan Dharat bentuknya menyerupai
gunugan putri. Bagian puncaknya berhamparkan kue besar berbentuk lempengan
warna hitam, sekelilingnya ditancapi sejumlah besar kue ketan berbentuk lidah
yang disebut ilat-ilatan. Gunungan pawuhan bentuknya hampir sama
dengan gunungan dharat, hanya tidak memiliki mustaka. Sebagai penggantinya
diletakkan beberapa mata uang logam yang terbuat dari timah putih, yang
dirantai dengan. Gunungan Gepaktidak merupakan sebuah gunungan yang
berdiri sendiri, tetapi merupakan deretan tonjolan-tonjolan tumpul (gepak)
dari 40 buah keranjang berisi aneka macam kue kecil-kecil.
4. Gunungan
Brama / Gunungan Kutuq bentuknya mirip dengan gunungan
putri, namun pada bagian puncak diberi lobang untuk tempat sebuah anglo dengan
bara arang yang membakar segumpal besar kemenyan hingga teru-menerus
mengepulkan asap tebal.
F. Nilai
filosofis gunungan
Secara
filosofis, gunungan memiliki nilai-nilai berikut:
1. Gunung
sebagai patok dunia, yang mengandung arti bahwa dengan adanya gunung, dunia
tidak akan goncang ( stabil). Disamping itu gunungan merupakan meeium yang
menghubungkan antara diri manusia dengan yang supranatural agar keselamatan
hidup didunia dan akhirat dapattercapai.
2. Gunung
(merapi) mengandung hubungan imaginer dengan segara kidul (laut swlatan).
Adanya garis lurus yang jika ditarik dari gunung merapi ke laut selatan,
melalui bangunan-bangun yang secara filosofis memiliki makna tersendiri,
seperti tugu, kraton, dan krapyak. Dari sini tampak bahwa keraton yogyakarta
merupakan salah satu keraton di jawa yang bersifat kosmis, tetapi kosmis yang
islami. Disamping itu, laut selatan dan gunung merapi mengandung arti bahwa
dalam memegang kekuasaan, sultan masih memerlukan para penjaga yang menetap di
segara kidul/laut selatan, yaitu kanjeng ratu kidul; dan yang menetap digunung
yaitu sunan merapi, sunan lawu, dan semar
3. Pada
dahulu, dalam prosesi ritual gunungan terdapat empat tema dasar yang serupa
dengan tema dasar selametan dan tradisi meditasi. Keempat tema dasar tersebut
adalah raja(sultan) yang bermeditasi; prosesi gunungan dan tembakan salvo
diantara gunungan kakung dan gunungan putri; pembacaan mantra (doa); dan
perebutan benda-benda yang ada di gunungan. Bangunan sitiinggil mewakili pusat
alam semesta. Jadi, tatkala bermeditasi, sebetulnya sultan sedang melambangakan
posisi transendental Tuhan, diluar ilusi kosmik (nirwana). Tatkala sultan
bermeditasi, dapat disamakan dengan mustaka (kepala) gunungan kakung, sebagai
formula pembelajaran. Tujuannya adalah untuk meraih manunggaling kawula gusti.
Dalam ritual, penyatuhan abdi dengan Tuhan telah terwakili oleh sultan yang
bermeditasi yang dikelilingi oleh para pangeran, keluarga istana, dan para abdi
dalem. Jadi, setelah sultan selesai melaksanakan meditasi dan kembali ke
istana, prosesi gunungan pun dimulai
G. Kepercayaan
Ekonomi Masyarakat pada Garebeg Kraton Yogyakarta
Upacara Garebeg yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta
memiliki arti penting bagi masyarakat sekitar, khususnya masyarakat Yogyakarta.
MasyarakatsekitarmempercayaigununganUpacaraGarebegakanmendatangkankeberkahanbagi yang
dapatmengambilsebagiangunungan.Kepercayaan demikian disebabkan oleh karena gunungan
tersebut dibuat dengan disertai doa-doa. Bahkan doa resminya dilakukan oleh
ulama yang ditunjuk keraton. Sehinggamasyarakat rela
menunggu Upacara Garebeg untuk
berebut isi gunungan ini. Istilahnya adalah "ngalap berkah" atau mencari berkah dengan mendapatkan isi
gunungan. Kepercayaan yang ada jika mendapat isi gunungan akan mendatangkan
anugerah dan kesejahteraan dalam hidupnya, sertamendapatkanberkah, seperti
kemudahan
memperoleh
rezeki
dan
ketenteraman
dalam
berumah
tangga.
Sebagian mereka percaya bahwa ubarampe
yang terdapat di gunungan akan memberikan berkah tertentu bagi mereka. Bagi
yang memiliki profesi dagang mereka percaya bahwa dengan demikian dagangan
mereka akan laris. Demikian pula jika
yang memperebutkan adalah seorang petani, maka mereka percaya bahwa tanaman
mereka akan menghasilkan panenan yang baik serta tanah pertaniannya subur.
Sedangkan bagi yang masih bujangan mereka percaya bahwa mereka akan cepat
menemukan jodoh, dan sebagainya. (http://ilmicintaindonesia.blogspot.com/2012/03/upacara-grebeg-maulud-keraton.html).
Antusiasme
masyarakat dalam menyambut perarakan gunungan tersebut pada sisi lain menjadi
daya tarik wisata yang tentu saja berimplikasi pada pemasukan devisa dan menjadi
motor bagi pergerakan ekonomi di lokasi yang bersangkutan. Tidak mengherankan
juga jika prosesi ini dikemas dan disatukan dengan berbagai kegiatan lain
semacam PMPS yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha
ekonominya. Bahkan untuk berbagai ajang sosialisasi program atau produk
termasuk kreasi seni.
Dengan bisnis pariwisata yang telah disebutkan di
atas, diharaokan banyak wisata yang berkunjung ke sekaten. Dengan demikian,
pemerintah kota memperoleh pemasukan (in
come), di antaranya dari tiket masuk
ke area sekaten. Dari segi ekonomi, pemerintah kota diuntungkan dengan adanya
sewa tanah alun-alun dan juga pajak dari pada pedagang yang mendirikan
stand/kios/warung sebagai sarana perdagangan. Dengan demikian, banyak di antara
mereka yang menyempatkan untuk memperomosikan hasil produksi mereka, bahkan
terjadi transaksi perdagangan di antara mereka. Wajar, apabila di antara mereka
juga membeli barang-barnagyang biasanya harganya relatif lebih murah jika
dibanding dengan harga barang-barang di toko.
Barang-barang yang dijual pun bervariasi, dari yang tradisional sampai yang
paling modern. Di samping sebagai sarana jual
beli, arena tersebut juga dipergunakan sebagai ajang promosi, baik oleh
perusahaan milik pemerintah maupun perusahaan milik swasta.
Daftar
pustaka
Suyami.
(2008).Upacara Ritual Di Keraton Jogja. ).ogyakarta: Kepel Press.
Yusuf, Mundzirin. (2009). Makna dan
Fungsi Gunungan pada Upacara Garebeg di Kraton
Ngayogyakarta Hardiningrat. Yogyakarta: CV. Amanah.
Diunduh dari (http://ilmicintaindonesia.blogspot.com/2012/03/upacara-grebeg-maulud-keraton.html)
tanggal 13 Mei 2013.
0 komentar:
Posting Komentar